PERAN SULTAN MUHAMMAD MULIA IBRAHIM SYAFIUDDIN DI KESULTANAN SAMBAS 1931-1943 DALAM BIDANG REVITALISASI LEMBAGA PERADILAN AGAMA

Abstract

Sambas adalah salah satu Kesultanan Melayu yang cukup lama eksis di tanah Borneo. Kerajaan Islam Sambas atau yang disebut Kesultanan Sambas berdiri pada paruh kedua pertengahan abad ke-17 M. Kesultanan Sambas terkenal besar sejak sultan Sambas yang pertama Sultan Muhammad Syafiuddin I (1631-1668 M). Kejayaan Kesultanan Sambas telah membesarkan nama negeri Sambas, sampai pada Sultan Sambas ke-15 yaitu Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943 M). Raden Muhammad Mulia Ibrahim adalah putra Pangeran Adipati Ahmad bin Sultan Muhammad Syafiuddin II. Pendidikan awal Raden Muhammad Mulia Ibrahim diperolehnya dari lingkungan keluarga terutama pendidikan yang diterapkan oleh kakeknya sendiri Sultan Muhammad Syafiuddin II dan ayahnya Raden Ahmad. Sebelum dinobatkan, pada tanggal 2 Mei 1931 M, Belanda mengikat kontrak politik dengan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, bahwa penyelenggaraan pemerintahan Kerajaan Sambas harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang termaktub dalam Staatsblad Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan Korte Verklaring atau Akte Van Vereband. Kepada sultan sebagai Het Zelfbestuur dikuasakan oleh pemerintah Hindia Belanda antara lain untuk melaksanakan hukum agama Islam dan hukum adat. Adapun peran Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin dalam pengembangan Islam meliputi pembaruan di bidang pendidikan Islam, revitalisasi lembaga peradilan agama dan pranata sosial keagamaan. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui dan mengkaji kembali bagaimana peran Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, khususnya dalam revitalisasi lembaga peradilan agama di Kesultanan Sambas 1931-1943.