BACAAN KONTEMPORER : Hermeneutika Al-Qur’an Muhammad Syahrur

Abstract

Artikel ini mendiskusikan konsep metodologi hermeneutika yang diusung Syahrur dalam memahami Alquran, kecenderungan hermeneutika yang ditawarkan, konsistensi atau inkonsistensinya mengaplikasikan teori pembacaan kontemporernya. Pertama, ia mencoba mengkaji Alquran dengan dekonstruksi atau rekonstruksi dengan mendobrak produk pemikiran yang selama ini dianggap “mapan” dan “sakral” tidak hanya pada tataran metodologi melainkan juga pilar-pilar akidah. Kedua, ia mengatakan bahasa Alquran tetap tauqifi walau dalam kandungannya ia interpretable. Ketiga, kontekstualisasi ada pada teks itu sendiri melalui struktur linguistiknya. Keempat, teori linguistik yang ia anut dari gurunya yang berakar pada pandangan Ibnu Jinni bahwa tidak ada sinonimitas dalam bahasa, dan karenanya ia membedakan terma yang selama ini disinonimkan dengan Alquran. Kelima, karena pemikirannya yang sangat rasional dan cenderung dipengaruhi empirisisme, ia terjebak oleh pemahaman yang sangat tergantung pada rasio dan dunia empirik, padahal Alquran memiliki sisi-sisi transenden yang tidak semuanya terwujud dalam dunia nyata.ABSTRACTThis article discusses the concept of methodology of hermeneutics that was offered by Syahrur in understanding the Quran, orientation of offered hermeneutic, consistence and inconsistence in applying his “contemporer reading” theory. First, he tried studying the Quran through deconstruction and reconstruction by smashing thought which is reputed “established” and “sacred” not only methodology aspect but also pillars of faith. Second, he said that the texts of the Quran is “tauqifi” in spite of interpretable. Third, the contextualization is in the texts itself through its structure of linguistics. Fourth, linguistics theory which he followed from his teacher based on Ibnu Jinni that there is no synonymity in languages, that is why he deffered the synonymized terms with the Quran. Fifth, because of his very rational thought and indined by empirism, he was “traped” by thought which very depended on ratio and empirical world, whereas the Quran consist trandental side where not only empirisized.