KOMPETENSI KOMUNIKASI DAI DUTA PEMINANGAN DALAM PROSESI NEDUTA DAN NESURO PADA SUKU KAILI DI KOTA PALU

Abstract

Tulisan ini menganalisis secara singkat tentang kompetensi komunikasi para dai baik yang telah berhasil atau gagal ketika diutus keluarga calon mempelai laki-laki mengawal prosesi neduta dan nesuro. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah Provinsi Sulawesi-Tengah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologis, fenomenologis, komunikatif serta teori-teori yang relevan dengan kajian kompetensi dai dalam proses peminangan. Sumber data penelitian ini dikategorikan menjadi tiga bagian, data tertulis, data lapangan dan dokumentasi. Data dikumpulkan dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen ada tiga: Panduan observasi; pedoman wawancara dan data dokumentasi adalah catatan peristiwa dalam bentuk tulisan lansung, instrumen penilaian, foto kegiatan pada saat penelitian. Data diolah dengan mengklasifikasi materi data transkrip wawancara, catatan lapangan (hasil wawancara/observasi), data primer dan sekunder dan berdasarkan keterkaitan antar komponen dalam konteks fokus permasalahan penelitian. Data dianalisi dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data diuji dengan triangulasi tekni dan sumber.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dai yang mendapat amanah untuk prosesi meminang harus memiliki kompetensi yang kompleks, mencakup kompetensi komunikasi, kompetensi spriritual, kompetensi intelektual, kompetensi sosial budaya, kompetensi strata sosial (posisi dai yang harus lebih tinggi dari mad’unya). Secara empiris tanpa lima kompetensi yang telah dijelaskan di atas, akan sulit peminangan berhasil dengan penerimaan. Dapat dibayangkan seseorang yang tidak saling kenal atau tidak ada perasaan suka, secara tiba-tiba di atur dalam sebuah perjodohan, hal ini tentu tidak akan berhasil tanpa ditunjang kompetensi dan dukungan strategi komunikasi yang mumpuni dari seorang dai peduta dan pesuro. Dalam hal ini tingkat kesulitan neduta lebih tinggi dari nesuro karena neduta merupakan tradisi perjodohan bagi suku kaili yang berusaha merapatkan kembali hubungan darah atau kerabat yang sudah jauh. Tradisi ini berlaku bagi suku kaili, sejak ratusan tahun lalu, karena mereka hidup berpencar di lembah Palu, sehingga dengan menjodohkan anak-anak mereka garis keturunan mereka tetap bertahan. Sedangkan nesuro merupakan model peminangan yang saling suka atau telah ada kesepakatan untuk melanjutkan kehidupan berumah tangga, sehingga prosesnya tidak terlalu memaksa. Oleh karena itu baik neduta maupun nesuro dai harus memiliki kompetensi yang kompleks, dalam situasi ini kompetensi komunikasi (mencakup kemampuan komunikasi bathiniah, kemampuan membaca gestur, kemampuan dalam memberi penjelasan secara komunikatif persuasif verbal dan non verbal), kompetensi spriritual (menguasai fikih khitbah, kemampuan ini mencakup pemahaman dai dalam menjelaksan tentang perintah Allah dalam al-Quran tentang perintah menikah dan menikahkan, bagaimana nabi Muhammad saw meminang hingga ke proses pernikahan dan tahapan yang beliau lakukan dalam menikahkan para sahabatnya), kompetensi intelektual (kemampaun dai menjelaskan berbagai hal mencakup wawasan kekinian dai, dampak negatif pergaulan bebas, meliputi wawasan managemen, wawasan ekonomis, wawasan empiris atau dampak memaksakan pesta terlalu besar), kompetensi sosial budaya (hal ini mencakup pemahaman dai terhadap budaya-budaya, pemahaman dai tentang pengaruh akulturasi, pengaruh tradisi etnis setempat dan sekitarnya), kompetensi strata sosial atau menyandang jabatan (hal ini mencakup posisi dai yang harus lebih tinggi dari mad’unya), sehingga ada rasa patuh yang muncul dari kehadiran dai yang memiliki strata yang lebih tinggi dari mad’unya, apabila  kompetensi ini dimiliki seorang dai duta peminangan orang tua calon mempelai bisa di arahkan kemana saja. Kompetensi sosiolingustik (Kemampuan memahami bahasa setempat atau minimal istilah-istilah setempat). Kemampuan atau kompetensi yang telah dijelaskan diatas menjadi modal kekayaan materi dai dalam berdakwah pada saat meminang sehingga benar-benar mad’u mendapat pencerahan serta terhindar dari perselisihan.