METODE IJTIHAD HAKIM DALAM PENYELESAIAN PERKARA

Abstract

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada umat-Nya melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai wahyu Allah yang menyajikan segala aturan dan pedoman hidup bagi umat manusia, Al-Qur’an memiliki sifat fleksibilitas di mana pemahaman kandungannya dapat ditarik melalui ijtihad secara tekstual maupun kontekstual. Dalam hal penyelesaian perkara di pengadilan, yang memiliki kekuatan hukum untuk melakukan ijtihad adalah para hakim dengan tidak meninggalkan nilai luhur wahyu ilahi. Dari latar belakang di atas, penulis beranggapan bahwa metode ijtihad fuqaha dan metode ijtihad seorang hakim dalam melakukan penemuan hukum merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dikaji. Oleh karena itu, penulis berusaha menggali konsep ijtihad dan metode-metode yang dipergunakan hakim dalam memutuskan perkara dengan merujuk pada kasus-kasus yang diajukan pada Pengadilan Tinggi Agama Makassar Sulawesi Selatan. Dari penelitian yang dilakukan, penulis menemukan bahwa dalam menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, para hakim di Pengadilan Tinggi Agama Makassar menggunakan beberapa metode, antara lain: gramatikal, sosiologis, historikal, dan eksistensif. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama ketika menerima kasus atau perkara banding yaitu menerapkan aturan perundang-undangan apabila dianggap sudah tepat terhadap perkara/sengketa yang diadilinya. Melakukan penafsiran (interpretasi dan konstruksi) terhadap pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan yang ada, apabila pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan tersebut kurang mengena, dengan memakai metode-metode penafsiran yang biasa dipakai dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan. Melakukan ijtihad dengan metode-metode ijtihad yang ada, apabila peristiwa kongkret itu tidak didapati di dalam peraturan perundang-undangan dan tidak dapat pula dilakukan penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan tersebut. Jadi secara umum metode ijtihad yang ditempuh oleh hakim pada PTA Makassar Sulawesi Selatan adalah ijtihad istislahiy yang sifatnya tatbiqi.ABSTRACTThe Qur'an is the revelation of Allah bestowed upon His people through His last Prophet Muhammad. As the revelation of God that serves all the rules and guidelines of life for human beings, the Qur'an has, in nature, flexibility to understand its content and can accomodate both textual or contextual ijtihad. In the case of settlement in courtroom, the judges are authorized to perform ijtihad and to enforce the laws without neglecting the sublime divine revelation. From the above background, the author firmly believes that the ijtihad method of the fuqaha (jurists) and that of the hukama (judges) in finding legal bases is a significant subject for research. Therefore, the author is trying to explore the concept of ijtihad and the methods applied by the judges in deciding the cases by referring to the cases filed in the Religious High Court of South Sulawesi. The research result shows that in interpreting the provisions of the applied legislation, the judges in the Religious High Court in Makassar employ grammatical, sociological, historical, and existensive methods. The steps for the High Cort judges to accept and decide the case and during the appeal are, first to refer to the existing legislation when they deem it right to the case. The judges, then, are keen to interpret the legislation, when its articles are less concerned with the case by applying the interpretation methods properly and commonly applied against legislations. They, then, perfom ijtihad when the existing legislations and their interpretation are not rightly applicable to decide the cases.  In general, the method of ijtihad applied by judges in Religious High Court of South Sulawesi is istislahiy tatbiqi (considering public interest and its applicability).