Kedudukan Taklik Talak dalam Perkawinan Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif
Abstract
Landasan hukum taklik talak menurut ulama fiqih didasarkan pada konsep nusyuz yang terdapat dalam Q.S. alNisa`(4) : 34 dan 128 serta beberapa Hadits yang dikenal dalam hukum perkawinan Islam. Karena dikhawatirkan pada suatu saat suami berlaku nusyuz kepada isterinya maka boleh keduanya membuat perjanjian dalam bentuk taklik talak. Disisi lain jika dilihat dari unsur-unsur yang terkandung dalam shigat taklik talak, terdapat unsur iwadl atau biasa disebut sebagai uang pengganti dari isteri kepada suaminya agar suaminya mentalak isterinya. Ini menunjukan bahwa jika dikemudian hari ternyata suaminya melanggar shigat taklik talak, isteri dapat mengadukan suaminya kepengadilan dengan talak khulu, karena dalam talak khulu-lah adanya istilah iwadl. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang: Perkawinan, tidak memuat taklik talak apakah sebagai alasan perceraian atau sebagai bentuk perjanjian perkawinan. Akan tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) taklik talak secara gamlang dan detail di bahas, jika suami melanggar taklik talak, isteri dapat mengajukan gugatan perceraian dengan alasan pelanggaran taklik talak ke Pengadilan. Pengadilan Agama menjadikan taklik talak sebagai alasan penetapan putusnya perkawinan didasarkan pada fakta persidangan di Pengadilan Agama bahwa taklik talak sebagai alasan putusnya perkawinan, proses pembuktian taklik talak di Pengadilan Agama dan Pertimbangan hakim dalam putusan pelanggaran taklik talak sebagai alasan putusnya perkawinan. Kedudukan taklik talak dalam perkawinan adalah sebagai perjanjian perkawinan, sebagai alasan isteri untuk menggugat cerai suaminya dan juga sebagai penjamin hak-hak isteri serta melindungi mereka dari perlakuan diskriminatif suami, disisi lain suami akan lebih termotivasi untuk bertanggung jawab terhadap isteri dan keluarganya serta mempergauli isterinya dengan baik. Namun jika dicermati secara mendalam pelaksanaan sighat taklik talak dilihat dari segi aspek hukum, taklik talak belum memiliki payung hukum yang kuat, demikian juga dilihat dari aspek redaksi sighat taklik talak jika memakai pendekatan al-mafahim al-asasiyah al-Islamiyah (konsep-konsep dasar Islam) sesungguhnya taklik talak yang demikian itu bertentangan dengan dua perinsip dasar yaitu: asas al-musawwa (persamaan atau kesetaraan) dan asas al-huriyah (kebebasan atau kemerdekaan)