Pergeseran Tafsir Tahliliy Menuju Tafsir ‘Ijmaliy

Abstract

Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat Islam, tidak dapat berkata dan berbuat banyak jika tanpa ada interpretasi atau penafsiran terhadap kandungan isinya. Keberadaan nabi Muhammad sebagai interpretator memang penting adanya, namun tugas utama sebagai penyampai risalah Tuhan tidak mampu mengingkari esensi lahiriahnya sebagai manusia yang terbatas ruang dan waktu. Semasa hidup Rasulullah, bahasa al-Qur’an yang kadang sulit dimengerti memang mudah untuk ditafsirkan karena para sahabat hanya tinggal bertanya pada Rasulullah, hal ini karena memang Rasulullah yang berposisi sebagai mubayyin adalah satu-satunya rujukan dalam memahami kandungan al-Qur’an. Namun sepeninggal beliau, dinamika dan persoalan umat tidaklah menjadi tuntas. Beragam persoalan dan perkembangan keilmuan menuntut berkembang pula metode dalam memberikan interpretasi terhadap alquran, dalam artian kegiatan penafsiran terus berjalan dan harus berkembang. Jika pada masa s}ahabat penafsiran seringkali berdasar pada riwayah semata, pada perkembangan selanjutnya lahir pula tafsir bil-ra’yi yang bersumber pada ijtiha>d dan penalaran. Dari dua sumber penafsiran ini, pola penafsiran selanjutnya berkembang dalam empat metode yang lazim digunakan dalam proses penafsiran, yakni metode tah}li>liy (analitis), ijma>liy (global), muqa>rin (perbandingan) serta maud}u>’iy (tematik). Dan dalam tulisan ringkas ini, penulis mencoba menguraikan pengertian dan pergeseran metode tah}li>liy menuju ijma>liy.