LEGITIMASI KEKUASAAN ATAS SEJARAH KERUNTUHAN KERAJAAN MAJAPAHIT DALAM WACANA FOUCAULT
Abstract
The history of the collapse of the Majapahit showed the discourse of power. In this context rule has been supporting a particular version of historical knowledge. Applying historical method and multi-dimensional approach, this study aims to find out why the knowledge about the collapse of Majapahit spreading among community members was more tended toward the version that Girindra-wardhana as a single actor who overthrow Prabu Brawijaya V. The results of this study indicated that the knowledge among Javanese community about the collapse of Majapahit that stated Girindrawardhana as the sole actor that attacked and subverted the kingdom of Majapahit which at the time was ruled by King Kertabhumi (Brawijaya V) is supported by a wide range of all power of the ruling elite that were largely due to ideological motives. Power and ideology are used as a means of legalizing knowledge. *** Sejarah runtuhnya Majapahit memunculkan diskursus yang menampilkan kekuasaan. Dengan demikian kekuasaan telah menyokong versi pengetahuan sejarah tertentu. Dengan menggunakan metode sejarah dan pendekatan multi-dimensional, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa pengetahuan tentang peristiwa runtuhnya Majapahit yang berkembang dalam masyarakat lebih menisbatkan pada versi Girindrawardhana sebagai aktor tunggal yang melengserkan kekuasaan Prabu Brawijaya V. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat Jawa mengenai peristiwa runtuhnya Majapahit yang meletakkan Girindrawardhana sebagai aktor tunggal yang menyerang dan menumbangkan kerajaan Majapahit yang pada waktu diperintah oleh Prabu Kertabhumi (Brawijaya V) disokong oleh berbagai kekuataan elit penguasa yang sebagian besar karena motif ideologi. Kekuasaan dan ideologi digunakan sebagai alat legalisasi pengetahuan.