TRANSFORMASI PENGAJARAN BAHASA ARAB DI INDONESIA

Abstract

Bahasa Arab pada dasarnya memiliki akar yang kokoh dan telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak agama Islam masuk ke wilayah nusantara pada ke-11 atau ke-12 M. Praktik berbahasa Arab pun telah berlangsung sejak saat itu meskipun pengajaran bahasa Arab baru dilakukan setelah ada kesadaran dan kebutuhan untuk memahami al Qur’an, Hadis, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Sejak kali pertama sampai sekarang pengajaran bahasa Arab di Indonesia mengalami pergeseran dan perubahan: dari hanya sistem lesehan menjadi bertambah dengan sistem klasikal; dari menggunakan metode gramatika-terjemah lalu menggunakan metode langsung; dari penyajian materi bahasa Arab dengan sistem terpisah semata kepada penggunaan sistem terpadu juga; dan dari menggunakan pendekatan struktural menjadi pendekatan komunikatif. Meskipun telah mencoba beragam pendekatan, metode, dan sistem penyajian, keberhasilan pengajaran bahasa Arab tampak masih jauh dari yang diharapkan, apalagi bila dibandingkan dengan pengajaran bahasa asing lain seperti bahasa Inggris. Hal ini membuat beberapa institusi pendidikan Islam “tidak sabar” sehingga mengambil langkah-langkah yang disinyalir sebagai “tidak menentu” dalam pengajaran bahasa Arab. Ketidakmenentuan ini mencakup tujuan pengajaran bahasa, bahasa yang dipelajari, dan metode yang dipakai. Namun, ketidakmenentuan ini merupakan fenomena yang disadari, sehingga berbagai perbaikan terus diupayakan oleh banyak kalangan. Penciptaan bî-ah ‘arabiyyah (milieu bahasa Arab) dan model pengajaran bahasa Arab intensif dengan boarding school (sekolah berasrama) pun menjadi pilihan. Usaha perbaikan secara luas didukung penuh oleh Departemen Agama R.I. Di samping itu, sisi ekternal ternyata sangat mendukung bagi pengembangan dan “pemasaran” bahasa Arab. Hanya saja, sisi eksternal sebagai pangsa pasar bahasa Arab ini adalah sebuah masyarakat yang sedang memodernisasi diri, mengalami mobilitas tinggi, dan sedang menikmati kemakmuran ekonomi dan kemajuan teknologi. Efisiensi dan efektifitas menjadi prioritas masyarakat seperti ini. Oleh karena itu, pengajaran bahasa Arab di masa depan akan mempertimbangkan kondisi masyarakat yang sangat mobile ini dengan cara memaanfaatkan berbagai kemajuan teknologi bagi pengajaran bahasa Arab. Pengajaran bahasa Arab juga tidak dapat mengesampingkan berbagai sarana dan perlengkapan yang terbukti mampu memasyarakatkan bahasa asing lain untuk digunakan dalam pengajaran bahasa Arab. Memang, posisi bahasa Arab tidak saja ditentukan oleh faktor-faktor eksternal, tetapi lebih karena cara “pemasaran” bahasa Arab melalui “kemasan” pengajaran yang handal dan menarik.