Politik Konstitusi: Implikasi Politik Terhadap Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Pasca Putusan UU No. 42 Tahun 2008 Oleh Mahkamah Konstitusi
Abstract
Secara teoritik, terdapat dua akibat hukum lanjutannya yang bisa diidentifikasi, pertama, akibat hukum pra Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah gugatan terhadap keputusan-keputusan KPU meliputi: penetapan tahapan Pilpres, penetapan pasangan calon, dan pengadaan barang dan jasa; kedua, akibat hukum pasca Pilpres adalah gugatan terhadap keabsahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Implikasinya keputusan Mahkamah Konstitusi harus diminimalisir sehingga tidak ada peluang bagi mereka yang kalah dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden untuk menggugat hasil pemilu karena Pemilu 2014 masih dianggap ilegal. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi ini akan berimplikasi pada lahirnya gerakan nasional yang menolak hasil Pemilu 2014 dari elit politik parpol peserta Pemilu 2014 yang gagal dalam kompetisi pemilu ini, karena merasa bahwa UU No. 42/2008 telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat secara hukum, tetapi kenyataannya masih digunakan sebagai dasar untuk pemilihan presiden 2014 mendatang. Kedua, keputusan Mahkamah Konstitusi akan berimplikasi pada perlunya DPR dan pemerintah untuk segera menyiapkan berbagai produk rancangan undang-undang tentang pemilu serentak untuk Pemilu 2019 karena pemilihan serentak membutuhkan peraturan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang dikodifikasi. Lebih dari sinkronisasi, harmonisasi dan korespondensi antara dua UU ini dan undang-undang organik lainnya yang mengatur bidang politik, yaitu UU Partai Politik, UU Pemilu, UU MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, putusan Mahkamah Konstitusi akan menghasilkan pelebaran berbagai revisi undang-undang lainnya. Ketiga, implikasi putusan Mahkamah Konstitusi ini juga akan memicu kebutuhan pemilihan daerah secara serentak di seluruh Indonesia. Karena sistem pemilihan eksekutif nasional dan legislatif harus selaras dengan model eksekutif dan pemilihan legislatif lokal. Keempat, implikasi putusan Mahkamah Konstitusi ini juga akan mendorong peningkatan kinerja hakim Mahkamah Konstitusi (MK) karena pilkada digelar serentak, baik secara nasional maupun lokal. Akibatnya, sengketa hasil pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi harus meningkat 100%. Kelima, implikasi dari keputusan ini adalah kebutuhan untuk meninjau kembali masa kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di semua level. Konsekuensinya adalah bahwa kerja KPU dan Bawaslu menjadi ringan dan periode kerja lima tahun menjadi terlalu panjang. Key words: transitional constitution, presidential election, and Law