PEMBERITAAN KLAIM MALAYSIA ATAS TORTO DAN GORDANG SAMBILAN DI HARIAN WASPADA DALAM KAJIAN ANALISIS WACANA KRITIS

Abstract

Sebuah teks berita pada dasarnya berupaya merekonstruksi sebuah kejadian, peristiwa atau realitas untuk   disajikan kepada khalayak. Namun, proses melakukan konstruksi ke dalam bentuk teks itu tidak terjadi dalam ruang yang hampa melainkan sarat akan berbagai faktor kepentingan. Analisis wacana (discourse) dengan menggunakan metode analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dilakukan untuk melakukan analisis secara menyeluruh untuk memahami teks berita. Penelitian menggunakan pendekatan Norman Fairclough, untuk menelusuri wacana yang dikembangkan Harian Waspada terhadap klaim Malaysia atas seni budaya budaya Tortor dan Gordang Sambilan. Termasuk bagaimana Harian Waspada memposisikan diri dalam pemberitaan tentang klaim seni budaya tersebut. Melalui pendekatan Norman Fairclough, teks berita dapat dianalisis melalui tiga tahapan, yakni tahap analisis teks, tahap level produksi teks (kewacanaan) dan analisis sociocultural. Untuk analisis teks, Fairclough menguraikan (tiga) unsur yang menjadi metode analisis, yakni interpretasi, relasi dan identitas. Sedangkan untuk level produksi teks adalah analisis untuk melihat bagaimana teks diproduksi dan teks dikonsumsi. Pada level sociocultural Fairclough menjelaskan tiga level analisis yakni situasional, institusional dan sosial. Dari lima teks berita yang menjadi unit analisis penelitian, penulis menemukan berbagai macam wacana yang dikembangkan media terkait klaim Tortor dan Gordang. Dalam mengembangkan wacana melalui teks berita terkait pengklaiman seni budaya Tortor dan Gordang Sambilan, Harian Waspada cenderung menjadi sarana protes dan kemarahan terhadap upaya Malaysia untuk meregistrasi Tortor dan Gordang Sambilan dengan memberikan porsi dan menyuguhkan protes pengklaiman yang konkret dan mudah dipahami untuk kepentingan masyarakat Batak, Mandailing, di Sumatera Utara dan Indonesia pada umumnya. Harian Waspada dalam mengonstruksi realitas pengklaiman seni budaya Tortor dan Gordang Sambilan tidak menghadirkan kepentingan masyarakat Mandailing di Malaysia. Padahal dalam sejarah dan garis adat istiadat, masyarakat Mandailing di manapun berada untuk selalu menjaga adat istiadatnya, pantang menyerah dan jangan menjual identitasnya.Kata Kunci: Indonesia, Tortor, Gordang Sambilan, Sumatera Utara, Analisis Wacana Kritis, Norman Fairclough, Malaysia