TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA DI INDONESIA: Tinjauan Pengaturan Perundang-Undangan dan Konsep Hukum Islam

Abstract

Abstrak: Pengimpementasian UU No. 1 PNPS Tahun 1965 menimbulkan kontroversi di kalangan para ahli hukum di Indonesia. Dalam kontroversi itu dinilai peraturan UU No. 1 PNPS Tahun 1965 beseberangan dengan UUD Pasal 29 ayat (2), tidak sesuai dengan hukum Islam, sejalan antara UUD 1945 Pasal 29 dan UU No.1 PNPS Tahun 1965 dengan Hukum Islam. Artikel ini akan mengkaji peraturan UU No. 1 PNPS 1965, konsep Islam terhadap penodaan agama, dan perbandingan antara Perundang-undangan dengan hukum Islam. Dengan melihat sejarah dan kajian mashlahat ad-dharuriah (hifzh ad-dîn) dan teori murtad yang pada kesimpulannya, pengaturan tindak pidana penodaan agama di Indonesia adalah bahagian dari kejahatan terhadap agama dan bertujuan mempertahankan pancasila sebagai ideologi negara, karena Indonesia adalah negara beragama (religions state), mencegah terjadinya konflik agama serta untuk mempertahankan keharmonisan sosial. UU PNPS sejalan dengan Pancasila dan tidak bertentangan dengan pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Pengaturan UU No. 1 PNPS Tahun 1965 untuk kejahatan terhadap agama sedangkan Pasal 156a KUHP untuk kejahatan agar tidak beragama. Konsep penodaan agama dalam Islam, disebut dengan Istilah istihza, tadnis, tha’an, adza yaitu perbuatan menghina, melecehkan, mencaci-maki/mencerca atau mengolok-olok, menjadikan pelakunya murtad harby atau mughallazhah, diberi sanksi hudud. Akan tetapi jika hanya keluar dari Islam tanpa ada maksud dan perbuatan menginjak kebebasan beragama atau aturan-aturan dalam beragama, atau semata-mata atas kebodohannya maka tergolong kepada murtad dzimmi/jahily. Adapun perbandingannya adalah bahwa Islam memberikan kebebasan memilih agama sebagaimana Q.S. al-Kafirun: 1-6 dan Q.S. al-Baqarah: 256 demikian pula peraturan perundang-undangan yang diatur dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945. Kemudian pelarangan melakukan penodaan, penghinaan, atau pelecehan terhadap agama diatur dalam UU No. 1 PNPS Tahun 1965 dan KUHP 156a sejalan dengan Q.S. al-An‘am: 108 tentang dilarangnya melakukan penodaan terhadap agama, hanya saja butuh penyempurnaan dan penyesuaian.Kata Kunci: hukum Islam, penodaan agama, pidana, Indonesia