HADIS DA’ÎF SEBAGAI DALIL BERAMAL IBADAH DALAM PERSPEKTIF ULAMA

Abstract

Perkembangan kajian hadis telah dilakukan sejak masa Nabi saw masih hidup. Semakin jauh waktu terbentang dari masanya, maka umat ini semakin kompleks dalam memahami suatu hadis. Dengan kata lain, memastikan kesahîhan suatu hadis pada masa Nabi saw masih hidup jauh lebih mudah daripada masa berikutnya. Ketika Nabi saw masih hidup, maka para sahabat langsung bertanya kepadanya. Namun setelah itu, para sahabat saling mengingatkan diantara mereka seputar hadis yang mereka ketahui khususnya ketika terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka. Bermunculannya kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan abwâb al-fiqhiyah (bab-bab fikih) atau al-musnad (nama-nama rawi) menegaskan perhatian yang begitu besar dari para ulama terhadap hadis. Keberhasilan ulama pada masa lampau mewariskan rekaman hadis dan ilmu-ilmu pendukungnya memberikan kemudahan bagi generasi berikutnya untuk mempelajari hadis Nabi saw secara komprihensif dan holistik. Tidak terbayangkan jika hadis-hadis nabi tersebut tidak tercatat dengan baik dan tidak ditemukan pula ilmu untuk membedakan keshahihan atau keDa’îfan suatu hadis, maka umat Islam setelah generasi sahabat hingga saat ini tidak dapat menjadikan hadis sebagai sandaran dalam amal ibadahnya. Para ulama berbeda pendapat dalam mengamalkan hadis Dha’îf, namun mereka sepakat bahwa hadis Dha’îf tidak dapat dipergunakan dalam perkara akidah. Sedangkan dalam beribadah terjadi perbedaan.