PELAKSANAAN PENENTUAN GANTI RUGI (TA’WIDH) PADA PRODUK ARRUM HAJI PEGADAIAN SYARIAH UNIT RANCAEKEK

Abstract

Abstrak Lembaga Keuangan Syariah semakin berkembang pesat di era modern ini. Salah satunya dengan munculnya Pegadaian Syariah dengan perkembangan yang terus menerus sampai saat ini. Pegadaian Syariah dalam operasionalnya tidak terlepas dari resiko kerugian, maka dari itu diberlakukan adanya ganti rugi (ta’widh). Menurut Fatwa DSN MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh) disebutkan dalam ketentuan khusus bahwa besarnya ganti rugi tidak boleh dicantumkan dalam akad perjanjian. Akan tetapi pada pelaksanaannya, Pegadaian Syariah pada cabang tersebut mencantumkan jumlah besarnya ganti rugi pada akad perjanjian. Dalam hal ini penentuan ta’widh produk Arrum Haji di Pegadaian Syariah sudah ditentukan oleh aturan yang dikeluarkan oleh Pegadaian Pusat. Sehingga ganti rugi (ta’widh) sebesar 4 % dibagi 30 dari besarnya angsuran tiap bulan itu sudah sesuai dengan aturan perusahaan. Namun, penentuan tersebut bertentangan atau belum sesuai dengan Fatwa DSN MUI No. 43/DSN_MUI/VIII/2004 yang menya­takan bahwa ta’widh tidak boleh dicantumkan pada akad perjanjian. Berdasarkan hukum Islam pelaksanaan penentuan ganti rugi di Pegadaian Syariah belum sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan syarat sahnya ganti rugi, karean pada dasarnya kerugian tersebut harus berupa kerugian yang riil dan dapat diperhitungkan dengan jelas. Kata kunci: Ganti rugi (Ta’widh), Pegadaian Syariah, Hukum Islam, Fatwa DSN-MUI.