JAVANESE ABANGAN WORLD VIEW AND PRACTICES IN IMOGIRI CEMETERY YOGYAKARTA
Abstract
Penelitian ini fokus pada isu bagaimana “pandangan hidup” dan juga praktek Jawa abangan di makam Imogiri. Terdapat 3 isu utama yang didiskusikan, yaitu (1) konteks istilah abangan untuk masyarakat Jawa saat ini, (2) para abdidalem, peziarah dan pengunjung yang dikategorikan sebagai praktisi abangan, dan (3) “pandangan hidup” Jawa abangan dalam memahami praktek ritual mereka di makam Imogiri. Penelitian ini menggunakan metode etnography dalam pengumpulan data di lapangan. Sedangkan proses analisisnya menggunakan teori Clifford Geertz (1976), Andrew Beatty (2004), Robert Hefner (1987) M. C. Recklefs (2007), Koentjaraningrat (1985), Neils Mulder (1983) Robert Wessing (2006), dan Irving Hallowell (1960). Dengan menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif, penelitian ini menyimpulkan 3 hal: (1) Saat ini, istilah abangan oleh Geertz dan Ricklefs sudah tidak relevan. Berdasarkan fenomena para peziarah dan pengunjung makam Imogiri bahwa banyak santri, priyayi dan non-muslim juga mempraktekkan ritual dan upacara abangan. Fenomena ini menolak definisi Geertz yang mengklaim bahwa abangan hanyalah kelompok petani dan masyarakat Jawa desa (Geertz, 1960:4-5), point ini pun sekaligus membantah pernyataan Ricklefs yang menyatakan bahwa abangan adalah kelompok Muslim yang tidak menerapkan ajaran-ajaran Islam (Ricklefs, 2007:84). Ditambah lagi, pengelompokan antara santri, abangan dan priyayi saat ini bersifat lebih relatif. (2) Beberapa ritual dan upacara di makam Imogiri sebagian besar berhubungan dengan semua kategori yang masuk dalam istilah abangan yang sampai saat ini masih eksis. (3) “Pandangan hidup” Jawa abangan dalam praktek ritual dan upacara di makam Imogiri merupakan bentuk usaha untuk melestarikan dan mempertahankan hubungan antara manusia dan bukan manusia.