DAMPAK PERCERAIAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN PROSEDUR PERUNDANG-UNDANGAN

Abstract

<p><strong><em></em></strong><strong><em></em></strong><strong><em>Abstrac</em></strong><strong><em>t</em></strong>: Divorce is a legal event, and then it should be an event carried out in accordance with rules of legal and judicial procedures. Otherwise it will result in lack recognized a divorce, this is in line with what is mandated in Law No. 1 of 1974 on article 38 and 39, which reads: "Divorce can only be done in front of the competent court after the relevant court and unsuccessfully tried to reconcile the two parties", it is stated in article 38 of Law No. 1 of 1974. While the Article 39 paragraph (2) to conduct a divorce there must be a sufficient reason that between husband and wife will not be able to live in harmony as husband and wife.</p><p><strong><em>Keywords</em></strong><strong>: </strong>Impact, Divorce Law, Procedure <strong></strong></p><p><strong> <em></em></strong></p><p><strong><em>Abstrak</em></strong>: Perceraian adalah peristiwa hukum, dan kemudian harus menjadi acara dilakukan sesuai dengan aturan prosedur hukum dan peradilan. Jika tidak, akan mengakibatkan kurangnya diakui secara perceraian, hal ini sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang artikel 38 dan 39, yang berbunyi: "Perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan yang berwenang setelah pengadilan yang relevan dan gagal mencoba untuk mendamaikan kedua belah pihak ", dinyatakan dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974. Sedangkan Pasal 39 ayat (2) untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri tidak akan mampu hidup secara harmonis sebagai suami dan istriami dan istri tidak akan mampu hidup secara harmonis sebagai suami dan istri.</p><strong><em>Kata Kunci: </em></strong>Dampak, Perceraian, UU, Prosedur<strong>.</strong>