Pendidikan Berbasis Hak Anak Mengikis Praktik Budaya Kekerasan Di Institusi Pendidikan
Abstract
Konvensi Hak Anak (KHA) telah memberikan pengakuan atas eksistensi anak sebagai subyek hak asasi manusia (HAM). Sebanyak 193 negara telah turut serta dalam meratifikasi Konvensi tersebut. Hal ini berarti pula, bahwa sebanyak 193 telah menerima kewajiban untuk mengambil semua langkah-langkah legislatif, administratif, sosial, dan pendidikan secara layak untuk melindungi anak-anak dari semua bentuk-bentuk dan manifestasi kekerasan. Kendati ratifikasi KHA telah menunjukkan universalitas, namun perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, dan penyalahgunaan kekuasaan (children’s protection from violence, exploitation, and abuse) masih sangat lemah, termasuk di lembaga pendidikan. Anak sebagai bagian integral dari komunitas seringkali dijadikan sebagai obyek segala bentuk dan manifestasi kekerasan. Penghukuman secara fisik (corporal punishment) dan merendahkan martabat anak masih sering kali kita dapati praktiknya di sejumlah lembaga pendidikan. Alhasil, banyak anak mengalami trauma, ketakutan dan merasa ”tidak aman” saat belajar atau ke sekolah. Kebutuhan untuk mewujudkan pendidikan yang aman, ramah dan bersahabat berbasis pada hak anak merupakan suatu kebutuhan yang mendesak selain sebagai wujud pengakuan eksistensi anak oleh negara, akan tetapi juga sebagai perwujudan komitmen negara untuk menjalankan mekanisme pengamanan dan penjaminan atas hak-hak pendidikan anak yang baik, tepat, berkualitas, dan aman.