HUKUM ISLAM DAN KESESATAN: FATWA-FATWA NAHDLATUL ULAMA TENTANG PENYIMPANGAN AJARAN
Abstract
<p><em>Masalah penyimpangan ajaran agama atau lebih tepatnya penyimpangan dari ajaran yang disepakati mayoritas telah lama menjadi konsen ulama. Para wakil mayoritas dalam banyak kasus terbiasa menjatuhkan fatwa sesat terhadap tindakan yang diklaim merupakan penyimpangan. Nahdlatul Ulama (NU), sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di dunia, sering diklaim mempunyai pendekatan yang lebih moderat. Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisa fatwa-fatwa yang secara resmi dikeluarkan oleh organisasi NU terkait persoalan penyimpangan ajaran agama. Bagi NU, penyimpangan terhadap ajaran yang disepakati kebenarannya menjadi ukuran yang menyebabkan pelakunya dinilai telah keluar dari Islam. Hanya saja, alih-alih dihukum mati, mereka yang dianggap murtad harus terlebih dahulu dimintakan pertaubatannya (</em>istitābah<em>). Di sini peran dakwah dan nasehat menjadi sangat menentukan. Sedangkan tentang bentuk penyimpangan berupa bid’ah, NU mengikuti </em><em>tipologi bid’ah yang ada, yaitu antara bid’ah</em> sayyi’ah<em> (buruk) dan bid’ah </em>ḥasanah <em>(baik)</em><em>. </em><em>Dalam merespon terjadinya apa yang dianggap bid’ah yang buruk, NU lebih memilih cara persuasif, yakni dengan memberikan pengertian, ajakan serta argumentasi kepada pelaku</em>.</p><p><em>The problem of deviation of religious teachings or rather deviation from the agreed teaching of the majority has long been a concern of Muslim scholars. The representatives of the majority in many cases used to impose fatwa against acts that are claimed as deviation. Nahdlatul Ulama (NU), as one of the largest Islamic organization in the world, is often claimed to have a more moderate approach. This paper is intended to analyze the religious opinions (fatwas) that are issued by the NU institution regarding the issues of deviation against religious teachings. According to the NU, deviation from the true agreed teachings constitutes a standard that caused those who commits being judged to have come out of Islam. Instead of death, however, those who are considered apostates must first be requested to repentance (</em>istitā bah<em>). Here, the role of propaganda and advice becomes very decisive. As to bid’ah as a form of deviation, the NU follows the existing typology of bid’ah, the bad innovation (</em>bid’ah sayyi'ah<em>) and good innovation (</em>bid’ah ḥasanah<em>). In response to what is considered bad innovation, the NU prefers persuasive approach, namely by providing sound understanding, persuasion and arguments to the innovators.</em></p>