POLEMIK SAYYID USMAN BETAWI DAN SYEKH AHMAD KHATIB MINANGKABAU TENTANG SALAT JUMAT
Abstract
<p><strong>Abstrak:</strong> Penelitian ini membahas polemik antara Sayyid Usman Betawi dan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau tentang pelaksanaan salat Jumat di dua masjid di Palembang. Artikel ini merupakan hasil penelitian kepustakaan dengan memanfaatkan metode analisis isi. Kajian ini dimulai dari pengungkapan biografi kedua ulama dan polemik kedua ulama dalam bidang fikih, khususnya tentang salat Jumat. Perdebatan ini memang menyita perhatian Sayyid Usman yang menulis sepuluh karya tentang objek yang diperdebatkan. Studi ini menunjukkan bahwa tradisi kritik tidak saja berlaku pada ulama di era klasik, tetapi juga ulama Nusantara di era Kolonial. Perdebatan di antara dua ulama dalam satu persoalan terjadi pada satu masa tetapi berbeda tempat. Studi ini berkontribusi bagi pengkajian hukum Islam di era kolonial Belanda, sekaligus telah membuktikan bahwa ulama-ulama Nusantara berkontribusi dalam pengkajian hukum Islam di Nusantara.</p><p><br /><strong>Abstract</strong>: <strong>Polemic of Sayyid Usman Betawi and Shaykh Ahmad Khatib Minangkabau about Friday Prayer</strong>. This study discusses the polemic between Sayyid Usman Betawi and Shaykh Ahmad Khatib Minangkabau about carrying out Friday prayers in two mosques in Palembang. This article is the result of library research using the content analysis method. This study begins with the disclosure of the biographies of the two ulemas and polemics of the two scholars in the field of jurisprudence, especially regarding Friday prayers. This debate indeed caught the attention of Sayyid Usman, who wrote ten works on the debated objects. This study shows that the tradition of criticism not only applies to the ulama in the classical era, but also the scholars of the Archipelago in the Colonial era. The debate between the two scholars in one problem occurred at one time but at a different place. This study contributes to the study of Islamic law in the Dutch colonial era, while also proving that the archipelago’s scholars contributed to the study of Islamic law in the archipelago region.</p><p><strong>Kata Kunci:</strong> fikih, ulama, naskah, Haramain, Nusantara</p>