IMPLIKASI KETENTUAN KUOTA 30% CALON ANGGOTA DPRD PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 DI KOTA CILEGON
Abstract
AbstrakTulisan ini menguraikan bagaimana mayoritas masyarakat kota Cilegon sangat kental dengan tradisi dan adat istiadat keagamaannya. Tidak sedikit dari mereka membatasi hak perempuan di luar permasalahan rumah tangga, terlebih untuk berkarir di bidang politik. Padahal negara Indonesia sudah menerapkan Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mana tidak membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki. Serta di dalam undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik disinggung dalam pasal 29 bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan umum harus menyertakan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam pencalonan. Implikasi yang muncul dari ketentuan tersebut, meski dalam pemilihan umum memenuhi kuota yang dimaksud, namun tidak berdampak pada jumlah anggota DPRD perempuan terpilih pada pemilu legislatif 2014 di Kota Cilegon, yang hanya mencapai 14% dari seluruh anggota anggota DPRD.Kata Kunci: Politik, Hak Perempuan, Pemilu AbstractMost of Cilegon people are devoted to religious traditions and customs. Many of them limit women’s rights to the household matters, leave alone political carrier. The Indonesia Constitution of 1945 gives no distinction between men and women. It also stated in article 29 Act No. 2 Year 2011 on Politics Party, that 30% of legislative candidate on general election should be women. Even though this stipulation can promote the women’s representation in the 2014 legislative general election in Cilegon and reach 30% of the quota, the number of women who were elected in the said year is 14% from the total of elected Cilegon legislative members. Keywords: Politics, Women Right,General Election