EPISTEMOLOGI TAFSIR AL-QURAN FARID ESACK
Abstract
Abstract: Epistemologi cally speaking, Esack’s herme¬neu-tics is based on reception hermeneutics which is populer in the hand of Biblical hermenut, Fran¬cis Shcussler-Fiorenza. In this herme¬neutics, the truth of the holy books are seen in an eye of how far can the hermeneutics solve the actual human problems. This is wholly different from that of revelationist who put very huge burden on the discourse on God and how is He present and being involve in the world. Some other hermeneuts also contributed in a different level. In his hermeneutics, Esack put the three basic elements of hermeneutics namely the text-its author, inter-preters, and an on going interpreta¬tive activity itself. His basic assumption is a particular, contextual and practical inter¬pretation. In South Africa’s context, Esack tried to transform the context of oppression and dehumanization by apartheid into a critical interpretative model. This thought is based on a non prophetic human experience which is ba¬sically interpretative and socially-culturally contex¬tual. By this, it is impossible to sustain the existence of a static, universal, united and free-value interpretation. Reversally, this pursued a contextual-particular, temporal and “bias” interpretation. Abstrak: Pembicaraan secara epistemologis, hermeneutika Farid Esack berdasarkan pada hermeneutika resepsi yang populer di tangan ahli hermeneutika Biblikal, Francis Shcussler-Fiorenza. Dalam hermeneutika ini, kebenaran dari kitab-kitab suci dilihat dari sebuah pandangan sejauh mana bisa hermeneutika memecahkan persoalan-persoalan manusia aktual. Secara keseluruhan ini berbeda dari pewahyu yang meletakkan sangat besar dalam wacana tentang Tuhan dan bagaimana Dia menghadirkan dan terlibat di dunia ini. Beberapa hermeneutika yang lain juga berkontribusi pada level yang berbeda. Dalam hermeneutikanya, Esack me¬nempat¬kan tiga unsur dasar hermeneutika, yaitu pengarang teks itu sendiri, penafsir, dan berlanjut pada aktivitas interpretatif sendiri. Asumsi dasarnya adalah partikular, kontekstual dan interpretasi praktis. Dalam konteks Afrika Selatan, Esack mencoba mentransformasi konteks penindasan dan dehumanisasi oleh apartheid [politik pemisahan pen¬duduk yang bukan berkulit putih di Republik Afrika Selatan] ke dalam sebuah model interpretatif kritis. Pemikiran ini berdasarkan pada pengalaman manusia yang non profetik yang pada dasarnya merupakan konteks interpretatif dan kontekstual secara sosio-kultural. Melalui ini memungkinkan untuk mempertahankan eksistensi statik, universal, keutuhan, dan interpretasi bebas nilai. Sebaliknya, ini berlanjut ke sebuah konteks-partikular, interpretasi “bias” dan temporal. Keywords: Reception hermeneutics, Present Context, Contex-tual-practical Interpretation