NALAR SUFISTIK ISLAM NUSANTARA DALAM MEMBANGUN PERDAMAIAN
Abstract
Tulisan ini mencoba menemukan nalar sufistik dalam pemikiran Islam Nusantara. Kajian ini bertujuan untuk (1) melakukan konstruksi nalar sufistik yang sebenarnya memiliki basis historis yang cukup kuat dalam pergumulan Islam di Nusantara; (2) menjadikan nalar sufistik sebagai tawaran dalam membangun perdamaian dunia. Untuk menemukan konstruksi ini, penulis akan memulai dengan pembahasan diskursus Islam Nusantara dalam rangka untuk menemukan legitimasi historis nalar sufistik. Dengan legitimasi historis ini, penulis mencoba menemukan konstruksi nalar sufstik yang dibangun dalam pergumulan Islam di Nusantara. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan, konstruksi nalar sufistik ini memuat nalar sufistik yang dominan, yakni 1) nalar sufistik menjadikan Tuhan sebagai pusat; 2) nalar sufistik sangat memperhatikan aspek keikhlasan dan kekhusu’an; 3) nalar sufistik dibangun berdasarkan model keberagamaan berbasis afektif dan rasa, dengan semangat peningkatan moral dan keluhuran budi pekerti; 4) nalar sufistik dikonstruksi melalui pemahaman keagamaan yang inklusif dan toleran. Empat konstruksi nalar sufistik ini menjadi penting dalam membangun perdamaian dunia. Dalam tataran teoritis, kehadirannya dapat menembus tembok-tembok pemisah antara satu disiplin keislaman dengan disiplin keislaman dan antara disiplin keislaman dengan displin keilmuan lainnya. Dalam tataran praktis, konstruksi nalar ini akan berkontribusi dalam mengatasi hambatan atau keterbatasan hubungan yang disebabkan perbedaan keyakinan, agama, paham/aliran dalam internal umat beragama, budaya, adat istiadat, kedaerahan, dan perbedaan lain yang melekat pada individu.