DISPENSASI KAWIN DI BAWAH UMUR (ANALISIS PUTUSAN MK NO.74?PUU-XII/2014 UJI MATERIIL PASAL 7 AYAT 2 UU PERKAWINAN)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pertimbangan hakim dalam putusan MahkamahKonstitusi Nomor 74 / PUU-XII / 2014 tentang Peninjauan Kembali Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (2) Interpretasi frasa “pejabat lainnya”, serta implikasi dari keputusanMahkamah Konstitusi. Jenis penelitian ini bersifat -normatif dengan menggunakan pendekatanhukum (statute approach). Jenis penelitian ini adalah metode penelitian eksplanatif yangmenjelaskan, memperkuat, atau menguji ketentuan hukum yang merupakan dasar dari keputusan peninjauan kembali Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 7 ayat (2). Teknik pengumpulan bahan hukum dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian pustaka dan wawancara. Bahan hukum yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bahan, yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang terdiri dariundang-undang dalam undang-undang, keputusan pengadilan, buku, kamus hukum, dan jurnalilmiah dan diproses dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwapenilaian hakim dalam keputusan menggunakan metode interpretasi gramatikal dari kata "atau"dalam teks artikel. Oleh karena itu diketahui bahwa hukum perkawinan menyediakan pilihanbebas bagi orang-orang yang ingin meminta dispensasi pernikahan asalkan ada kesulitan atauakses terbatas ke yurisdiksi Pengadilan. Dari bunyi teks Pasal 7 Ayat (2) dilihat dari sifathukumnya, pasal tersebut bersifat fakultatif / mengatur. Ini berarti bahwa dalam keadaankonkretnya dispensasi pernikahan melalui Pengadilan dapat dikesampingkan karena kesulitanatau keterbatasan akses sehingga pasal tersebut tidak mengikat atau harus dipatuhi olehPengadilan. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi secara yuridis harus diambil lebih lanjutsehingga substansi yang diberikan kewenangan perkawinan di bawah umur memiliki payunghukum sebagai legal formal yang jelas. Sementara di tingkat sosiologis, putusan itumemunculkan dualisme otoritas antara Pengadilan dan Kantor Urusan Agama. Oleh karena itu,upaya untuk menyelaraskan peran Mahkamah dengan lembaga adalah dengan menjaga prosesdispensasi di Kantor Urusan Agama melalui proses pengadilan oleh Pengadilan.