KEDUDUKAN FIQH DI INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN
Abstract
Islam yang masuk di Indonesia lebih dipahami sebagai proses Arabisasi atau lebih berkiblat kepada Arab dengan menafikan nilai-nilai lokalitas, kemudian lahirnya kebijakan pemerintah colonial dengan teori resepsinya, yaitu yang menjadi patokan dalam penyelenggaraan hukum di Indonesia adalah hukum adat, sedangkan hukum Islam baru bisa dijadikan sebagai rujukan setelah terlebih dahulu diresepsi oleh hukum adat. Adapun tujuan dalam penulisan jurnal ini adalah Untuk Mengetahui tokoh-tokoh fiqih terkenal serta buku dan pemikiran fiqh di Indonesia pada masa kemerdekaan, Untuk Mengetahui isi buku penting dalam perkembangan fiqh masa, Untuk Mengetahui Kedudukan fiqh dalam sistem hukum Indonesia dan hubungan fiqh dengan perundang-undangan Indonesia, dan Metode penulisan merupakan studi penelitian dengan cara menelaah sejumlah buku-buku, membuka web-web untuk memperoleh data, teori dan konsep yang berhubungan dengan pembahasan ini. Dengan menggunakan metode dan teknik pengumpulan data tersebut, kiranya dapat terkumpul seluruh data yang dibutuhkan untuk mendukung penulisan jurnal ini, dapat pula menemukan suatu kesimpulan yang objektif. Di antara hasil ijtihad Hasbi yang mencerminkan pemikiran Fiqh Indonesia terlihat dalam fatwa hukum jabat tangan antara laki-laki dan perempuan. Di sini ia berbeda pendapat dengan fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Ahmad Hassan dari Persis yang mengharamkan praktik dan perilaku ini. Usaha untuk merekonstruksi format fiqh baru, menurut pandangan Hazairin, dapat dimulai dengan tafsir otentik atas al-Qur’an. Dalam analisis dan hasil temuan dari studi tentang pemikiran waris Hazairin yang dilakukan oleh Al-Yasa Abu Bakar, dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter sumber-sumber hukum Islam, yakni sunnah, ijma’, dan qiyas memungkinkan untuk digugat hasil ketetapan ijtihadnya.