Eufimisme Dalam Dua Novel Duka Cinta Sebagai Wujud Kesantunan Berbahasa
Abstract
Untuk menghormati pihak lain dan menghindari ketabuan dalam berkomunikasi, tidak sedikit pemakai bahasa menggunakan eufemisme yang umumnya memiliki beberapa makna asosiatif. Dalam kegiatan berbahasa pun, seseorang perlu memperhatikan aspek kesantunan untuk meminimalisasi kesalahapahaman dan membuat lawan tutur merasa nyaman dan sejuk hatinya ketika berkomunikasi. Kesantunan berbahasa dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik di lingkungan sosial nyata maupun dalam cerita atau fiksi. Karena itu, peneliti melakukan kajian terhadap aspek-aspek penggunaan bahasa terkait dengan eufemisme dan kesantunan berbahasa dalam novel Roro Mendut (RM) karya Y.B. Mangunwijaya dan San Pek Eng Tay (SE) karya Oka Tiang. Penelitian ini mendeskripsikan bentuk dan fungsi eufemisme, frekuensi pemakaiannya dan wujud kesantunan berbahasa untuk mengetahui persamaan dan perbedaan keduanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eufimisme berupa kata dan frasa memiliki bentuk dan fungsi ekspresi figuratif, satu kata untuk menggantikan kata yang lain, penggunaan kata serapan, flipansi, metafora, idiom, hiperbola, metafora dan hiperbola, metafora dan personifikasi. Penggunaan bentuk eufimisme ekspresif figuratif paling banyak digunakan. Perbedaannya, jika dalam RM digunakan bentuk eufimisme serapan, dalam SE tidak ditemukan, dalam RM ditemukan penggunaan bentuk eufimisme yang tidak ada dalam teori Allan Buridge, sedangkan dalam Novel SE tidak ditemukan. Dalam hal kesantunan berbahasa, jika dalam RM ditemukan maksim kedermawanan, dalam SE tidak ada. Wujud kesantunan berbahasa juga lebih banyak ditemukan pada RM daripada SE.