AL-MASLAHAH AL-SYAR’IYAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM (Kajian Kitab Dawabith al-Mashlahah Syeh Said Ramadan Buti)

Abstract

Survey membuktikan bahwa setiap hukum Islam yang diturunkan Oleh Allah lewat Rasulnya  Muhammad SAW pasti mengandung Maslahah atau tujuan kebaikan. Mashlahah yaitu  Sesuatu yang bermanfaat yang dimaksudkan oleh al-Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) untuk kepentingan hamba-Nya, baik dalam menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta mereka, sesuai dengan urutan tertentu yang terdapat di dalam kategori pemeliharaan tersebut.” Standar manfaat yang digunakan oleh sarjana filsafat dan etika barat yang cenderung saling bertentangan antara satu dan lainnya, tak memiliki batasan yang jelas dan tegas. Sosiologi-nya Emile Durkeim,  bahwa standar maslahat adalah “nalar sosial” atau ‘urf atau adat. Jika menurut‘urf atau adat adalah baik maka itu maslahat. Begitu pun sebaliknya. Menurut Al-Buthi, dengan berdasarkan penelitian ilmiah ‘urf jelas tak bisa dijadikan standar maslahat dan tidaknya. Sementara yang lain, sarjana filsafat banyak menjadikan nilai kebahagiaan pribadi sebagai standarnya. Bagi mereka, yang penting menguntungkan dan membahagiakan (diri sendiri)—tanpa melihat dampak negatif dan positifnya maka itu adalah maslahat. Selanjutnya adalah standar maslahat  perspekktif madzhab al-manfa’ah (utilitarianisme) yang menurut Al-Buthi secara teoritis adalah mazhab yang paling dekat untuk diterima dibanding kedua kecenderungan di atas yang diantara tokoh besarnya adalah Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. Menurut utilitarianisme ini bahwa standar manfaat tak boleh hanya mempertimbangkan dampak maslahat untuk diri sendiri saja, bahkan harus melihat dampaknya terhadap semua manusia. Al-Buthi berpandangan bahawa orientasi standar-standar maslahat perspektif tiga kecenderungan di atas dan karakteristiknya berbeda dengan standar maslahat perpektif syariat Islam khususnya perpektif Al Buthi–dan karakteristiknya. Standar dan karakteristik maslahah perpektif syariat Islam adalah berdimensi: mencakup dunia-akhirat, materi-ruhani, dan menjadikan agama sebagai maslahat utama. Sementara standar yang diajukan tiga kecenderungan di atas dan karakteristiknya justru sebaliknya. Cenderung duniawi dan meterialistik semata serta cenderung menjadikan agama sebagai alat untuk mewujutkan maslahat duniawi-materialistik tersebut.