PEMIKIRAN SOSIAL DAN KEISLAMAN NURCHOLISH MADJID (CAK NUR)
Abstract
Nurcholish Madjid, yang populer dipanggil Cak Nur, dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1939 M, bertepatan 26 Muharram 1358 H, di Jombang, sebuah kota Kabupaten di Jawa Timur. Nurcholish Madjid dibesarkan dalam kultur pesantren. Ayahnya bernama H. Abdul Madjid, adalah seorang alim dari pesantren Tebu Ireng, dan masih memiliki pertalian kerabat dengan K.H. Hasyim Asy’ari pemimpin pesantren Tebu Ireng Jombang dan tokoh pendiri NU, dan juga Ra’is Akbar NU kakek Abdur Rahman Wahid. Ibu Nurcholish Madjid adalah murid K.H Hasyim Asy’ari dan anak seorang aktivis Sarekat Dagang Islam (SDI) di Kediri. Pada masa itu SDI banyak dipegang oleh kalangan Kyai dari NU. Nurcholish Madjid memang berasal dari kultur NU. Ketika NU bergabung dengan Masyumi tahun 1945, ayah Nurcholish Madjid masuk dalam kalangan Masyumi. Dan ketika NU keluar dari Masyumi 1952, ayah Nurcholish Madjid tidak kembali ke NU dan tetap bertahan pada Masyumi, karena berpegang pada semacam fatwa K.H. Hasyim Asy’ari bahwa Masyumi adalah satu-satunya partai Islam di Indonesia yang sah. Dia dikenal sebagai salah seorang pembaharu pemikiran Islam di Indonesia. Corak pemikiran Nurcholish Madjid bersifat modern dengan tetap mengacu kepada nilai-nila dasar ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam alquran dan hadis, serta nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Pemikiran-pemikiran keislamannya dijalin dalam tiga tema besar, yakni keislaman, kemodernan, dan keindonesiaan.