WAHYU DALAM PANDANGAN NASR HAMID ABU ZAID

Abstract

Wahyu merupakan suatu perkara yang sangat penting dalam agama Islam bahkan menjadi asas kepada kewujudan Islam itu sendiri. Begitu pula tema wahyu dalam khazanah ‘‘ulūm al-Qur’ān. Oleh sebab itu, berbagai kajian tentang wahyu banyak dilakukan oleh para pemikir Muslim, ia sentiasa dijadikan sasaran musuh Islam untuk melemahkan Islam dan umatnya. Nasr Hamid Abu Zaid adalah satu nama besar dalam dunia Pemikiran Islam yang mencoba menawarkan gagasan baru mengenai wahyu tersebut.Dalam mengkaji tradisi (turath) di bidang pemikiran terutama pada kajian‘ulūm al-Qur’ān, Nasr Hamid Abu Zaid berbeda dengan para pendahulunya. Jika para pendahulunya lebih cendrung mengekor atau taqlīd dengan pemikiran yang sudah ada, justru Nasr Hamid Abu Zaid lebih memilih untuk mengkritisi pemikiran- pemikiran tersebut,. Bahkan lebih jauh lagi Ia  bukan sekedar mengkritisi, tetapi tidak segan-segan untuk menolaknya. Sikap kritis Abu Zaid diwujudkan dengan menggiring, ‘‘ulūm al-Qur’ān sebagaii objek kajiannya menuju taraf ilmiah rasional. Karena kajian ini  masih dianggap jalan di tempat, yakni masih berada pada wilayah teologis-mitologis. Sehingga belum ada upaya-upaya untuk menuju ke taraf yang lebih tinggi, yaitu taraf ilmiah-rasional.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Nasr Hamid Abu Zaid tentang wahyu. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah deskriptif analisis. langkah awal yang ditempuh adalah dengan mengumpulkan data-data primer dan sekunder kemudian mengklasifikasikan, mendeskripsikan dan selanjutnya menganalisis.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Abu Zaid mengkaji wahyu dengan analisis unsur budaya sehingga yang membedakannya dengan penafsir lainnya adalah antara wahyu dan budaya,. budaya-sosial sangat berperan dan berpengaruh penting terhadap munculnya sebuah teks. Abu Zaid menjelaskan proses  pewahyuan Alquran dengan meminjam teori model komunikasi Roman Jakobson, meskipun tidak sama persis.“Proses pewahyuan menurutnya adalah sebuah tindak komunikasi yang secara natural terdiri dari pembicara, yaitu Allah, seorang penerima, yakni Nabi Muhammad, sebuah kode komunikasi, yakni bahasa Arab, dan sebuah canel, yakni Ruh Suci (Jibril). Nasr Hamid Abu Zaid juga dipengaruhi oleh Toshihiko Izutsu, dan  al-Jurjani.