DASAR HUKUM HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NO.46/PUUVIII/2010 TENTANG STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH (PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAK ASASI MANUSIA)

Abstract

Indonesia telah meratifikasi Convention on The Rights of The Child yaitu Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Hak-Hak Anak pada tahun 1990. Namun hal ini, belum mempunyai dampak positif dan siginifikan bagi pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak-hak anak. Khususnya hak-hak anak di luar perkawinan (anak hasil nikah siri, hasil zina/selingkuh) mengalami ketidak-adilan dan diskriminasi. Hal ini disebabkan oleh penerapan Pasal 43 UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kedudukan anak luar nikah yang diatur dalam ketentuan tersebut selama ini tidak cukup memadai dalam memberikan perlindungan hukum dan cenderung diskriminatif. Oleh karena itu, Pemohon mengajukan judicial review terhadap Pasal 43 UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dianggap bertentangan dengan Konstitusi (UUD 1945). Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga Negara telah mengambil langkah dalam memutuskan perkara tersebut dengan putusan mahkamah konstitusi No.46/PUUVIII/2010. Oleh karena itu, fokus dalam tulisan ini adalah apa dasar hukum hakim mahkamah konstitusi dalam memutuskan perkara No.46/PUU-VIII/2010 tentang status hukum anak di luar nikah ditinjau dari perspektif hukum Islam dan hak asasi manusia.