Relasi Islam dan Negara: Studi Pemikiran Politik Islam dalam Perspektif al-Qur’an
Abstract
Tulisan ini mendeskripsikan relasi Islam dan negara dalam bingkai pemikiran politik Islam dilihat dari al-Qur’an. Relasi Islam dan negara dapat dilihat dari tiga paradigma, yaitu; paradigma integralistik, sekuleristik, dan simbiotik. Kontroversi dan aktualisasi pemahaman ini disebabkan tidak adanya penjelasan secara tegas baik al-Quran maupun hadits. Sehingga dalam perjalanan sejarah umat Islam pasca Nabi Muhammad Saw sampai di abad modern ini, umat Islam menampilkan berbagai sistem dan bentuk pemerintahan, mulai dari bentuk kekhalifahan yang demokratis sampai ke bentuk yang monarkhi absolut dan oligarki. Ketika Nabi Muhammad menata kehidupan sosial, politik dan agama masyarakat Madinah sebagai negara Islam pertama itu didasarkan pada suatu hukum tertulis The Constitution of Medina (Piagam Madinah). Konstitusi Madinah sesuai dengan dasar-dasar umum yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an. Dalam konteks negara modern, Indonesia dengan Pancasila-nya merupakan rumusan negara modern, seperti termaktub dalam Mukaddimah UUD 1945 merupakan platform negara-bangsa (nation state) Indonesia yang pluralistik dan dalam batas-batas tertentu memiliki “kesamaan” dengan Piagam Madinah. Meskipun al-Qur’an tidak menetapkan tentang sistem dan bentuk pemerintahan serta bagaimana mewujudkannya. Tapi, al-Qur’an menyebut adanya ide atau prinsip dasar pembentukan negara dan adanya kepala negara. Di sini, umat Islam diberi kebebasan untuk memilih sesuai dengn tuntutan kehidupan mereka yang sangat dipengaruhi perkembangan zaman. Demikian juga dalam kaitannya dengan term masyarakat madani juga tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Namun, ada dua kata kunci yang bisa mendekati konsep masyarakat madani, yakni term ummah dan term madinah. Kedua term ini, menjadi nilai dasar dan nilai-nilai instrumental bagi terbentuknya masyarakat madani, kata ummah, bisa dirangkaikan dengan sifat dan kualitas tertentu, seperti ummah wasathan, khairu ummah dan ummah muqtashidah yang merupakan pranata sosial utama yang dibangun oleh Nabi Saw segera setelah hijrah ke Madinah. Konsep dan kegiatan politik sistem pemerintahan dalam Islam pada prinsipnya bertumpu pada keadilan. Keadilan yang merupakan mahkota hukum menjadi sebuah keniscayaan untuk senantiasa ditegakkan oleh pemerintah. Pemerintahan harus dibangun berdasarkan asas-asas normatif untuk mengatur negara yang berlandasan pada asas amanat, asas keadilan (keselarasan), asas ketaatan (disiplin) dan sunnah. Asas sunnah menghendaki agar hukum-hukum perundang-undangan dan kebijakan politik ditetapkan melalui musyawarah di antara mereka yang berhak Sehingga dalam menentukan kebijakan juga berfungsi sebagai check and balance pemerintah.