Hutang-Piutang dalam Prespektif Fiqh Muamalah di Desa Ujung Tanjung Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin

Abstract

Masalah utama dalam penelitian ini adalah tentang pelaksanaan hutang-piutang beras di Desa Ujung Tanjung Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, dengan syarat adanya penambahan saat pembayaran terjadi sesuai dengan perjanjian. Berdasarkan analisa data dapat diketahui bahwa adanya pelaksanaan hutang-piutang beras sesuai dengan perjanjian awal, adanya penambahan saat pembayaran hutang-piutang beras yang dilakukan di Desa Ujung Tanjung. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat mengatakan bahwa adanya tambahan saat pembayaran diawali dengan perjanjian yang didalamnya disyaratkan adanya tambahan saat pembayaran hutang-piutang beras tersebut, maka dalam fiqh muamalah hal tersebut termasuk riba. Dalam hukum Islam riba hukumnya haram. Hutang-piutang beras yang dibayar dengan beras juga dengan adanya tambahan saat pembayaran maka hal ini disebut dengan riba’ qhardi. The main problem in this research is about the implementation of rice debt at Desa Ujung Tanjung Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, with the requirement of added amount of rice when the payment happens as the deal.  Based on the data analysis, it is found out that there is an implementation of rice debt with added amount of rice. Based on the interview, it is also found out that the added amount of rice is made based by the deal. So, in fiqh muamalah it is included in riba. In Islamic law, riba is illegitimate. The rice debt which is paid with rice plus added amount of rice for the payment is called riba’ qhardi.