Pemikiran Sufistik Syaikh Umar Ibn Al-Fâridh dalam Dîwân Ibn Al-Fâridh

Abstract

Makalah ini difokuskan pada upaya memahami tema-tema al-hubb al-ilâhi dalam pemikiran sufistik Syaikh Umar ibn al-Farîdh, salah seorang penyair mistik terbesar dalam sejarah mistisisme Islam. Syaikh Umar ibn al-Farîdh adalah seorang sufi penganut madzhab cinta, yang mahir menyusun syair-syair yang bertemakan cinta ilahi. Dengan keistimewaannya menggubah syair-syair cinta ketuhanan itu, ia kemudian dinobatkan sebagai Shulthân al-Âsyiqîn, sang pangeran cinta. Ibn al-Fârîdh mengekspresikan perasaan cintanya kepada Allah itu dalam sekumpulan syair yang diberi judul Dîwân ibn al-Fâridh. Ia telah memilih syair sebagai media untuk mengkomunikasikan pemikiran mistisnya, sehingga melalui media syair itu ajaran tasawufnya terlihat begitu estetis dalam suatu gaya yang tinggi di luar jangkauan akal murni. Kedalaman imajinasi dan penghayatan estetisnya yang begitu dalam membuat syair-syairnya terlihat sedemikian mistis, baik dalam kandungan isi maupun inspirasinya. The paper focused on efforts to understand the themes of al-hubb al-ilahi in Sufi thought of Shaykh Umar ibn al-Farîdh, one of the greatest mystical poets in the history of Islamic mysticism. Shaykh Umar ibn al-Farîdh was an adherent Sufi of love schools who was clever in composing poems with the theme of divine love. With his privileges in composing love poems divinity, he subsequently was named the Shulthân al-Âsyiqîn, the prince of love. Ibn al-Fârîdh expressed feelings of love to God in the collection of poems entitled Diwan ibn al-Fâridh. He had chosen poetry as a media to communicate ideas mystical, so that through the media of poetry the doctrine of his tasawuf looked so aesthetically in high style beyond the reach of pure reason. Depth of imagination and aesthetic appreciation that was so deep in making his poems looked so mystical, both in content and his inspiration.