Studi Perbandingan tentang Khunsa dengan Transseksual dan Transgender (Telaah Pemikiran Ulama’ Klasik Dan Ulama’ Modern)

Abstract

Makalah ini mengkaji mengenai khuntsa perspektif ulama klasik. Ada beberapa hal yang dapat sebagai solusi dari permasalahan khuntsa, yakni: 1. Khuntsa (orang banci) hendaknya menentukan atau diberi pilihan tentang status hukumnya lelaki atau perempuan, sebab dia yang lebih tahu tentang dirinya itu apakah dekat kepada lelaki atau lebih dekat /wajar ke perempuan. Dalam hal ini dapat meminta bantuan ahli kedokteran (fisik dan kejiwaan dengan tidak melupakan kelamin bagian dalam dan diproses ditetapkan oleh hakim /pengadilan. 2. Penetapan status hukum (identitas) oleh pengadilan tersebut setelah yang bersangkutan melakukan operasi kelamin (perbaikan/ penyempurnaan) dan bukan Taghyir, dan selanjutnya diperintahkan untuk memenuhi hak /kewajiban sebagai lelaki atau perempuan. This paper examined the khuntsa on perspectives of classical muftis. There were several things that could be as a solution of the khuntsa’s problems, namely: 1. Khuntsa (effeminate) should determine or was given a choice about their legal status male or female, because he knew better about himself if he was close to man or closer / reasonable to women. In this case might ask the assistance of medical experts (physical and psychological by not forgetting the inner sex and processed specified by the judge / court. 2. The decree of the legal status (identity) by the court after the relevant conducted genital surgery (repair / improvement) and not Taghyir, and further ordered to fulfill the rights / obligations as male or female.