HUKUM WARIS DAN WASIAT (Sebuah Perbandingan antara Pemikiran Hazairin dan Munawwir Sjadzali)

Abstract

Most Muslims understand that inheritance law is the law that its formulation can not be changed, so that the reform of inheritance law in Islam is not widely practiced by Muslims, such as the formulation of the distribution of 2: 1 for men and women, many of them regard it as pemanent formulation. Therefore, inheritance law reform is done rarely, it is different with Islamic family laws that are many changed. However, it does not mean all Muslims consider it is a rule that can not be changed, but there are some people who believe that the law of inheritance in Islam can be changed in accordance with social conditions. The social conditions can influence the occurrence of a law, including inheritance law in Islam. It can be found in the thought of two figures, namely Hazairin and Munawwir Sjadzali. Both Hazairin and Munawwir Sjadzali suggest new thought about inheritance law in Islam.   [Kebanyakan umat Islam memahami bahwa hukum waris adalah hukum yang rumusannya tidak dapat dirubah, sehingga pembaharuan mengenai hukum kewarisan dalam Islam tidak banyak dilakukan oleh umat Islam, misalnya rumusan tentang pembagian 2 : 1 untuk laki-laki dan perempuan yang kebanyakan dari mereka menganggapnya sebagai rumusan yang pasti. Oleh karena itu, pembaharuan hukum kewarisan ini tidak banyak dilakukan, hal ini berbeda dengan hukum keluarga Islam yang mengalami banyak pembaharuan. Meskipun demikian, tidak berarti semua umat Islam menganggapnya sebagai aturan yang tidak boleh dirubah, akan tetapi ada beberapa tokoh yang beranggapan bahwa hukum kewarisan dalam Islam dapat berubah sesuai dengan kondisi sosial yang ada. Kondisi sosial ini dapat memberikan pengaruh terhadap berlakunya suatu hukum, termasuk juga hukum kewarisan dalam Islam. Hal tersebut dapat ditemukan dalam pemikiran dua tokoh Nasional, yaitu Hazairin dan Munawwir Sjadzali. Keduanya menawarkan pemikiran baru mengenai hukum kewarisan dalam Islam].