THE ORIGIN OF WOMEN CREATION IN THE PERSPECTIVE OF SUFI COMMENTARY
Abstract
Jika sebagian kalangan feminis muslim menolak riwayat hadis yang menyebutkan tulang rusuk sebagai asal-usul kejadian perempuan pertama kali karena secara tidak langsung menyimbolkan posisi sub-ordinasi bagi perempuan, sebagian kaum sufi, justru memanfaatkan riwayat tersebut dalam penjelasan mereka dan memaknainya secara positif. Kaum sufi justru menilainya sebagai simbol saling ketergantungan, cinta kasih, dan keberpasangan antara laki-laki dan perempuan. Penulis dalam tulisan ini menyimpulkan bahwa dalam pandangan kaum sufi, perempuan semenjak awal penciptaannya telah ditakdirkan untuk menjadi pasangan bagi laki-laki, sehingga antara keduanya jadi saling melengkapi dan saling ketergantungan. Pandangan ini, tentu saja menepis anggapan tentang subordinasi bagi perempuan. Pandangan kaum sufi dalam kasus ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh kaum feminis muslim kontemporer. Namun demikian, berbeda dengan langkah yang diambil sebagian feminis muslim kontemporer, kaum sufi pada umumnya lebih memilih menggunakan ta’wȋl sehingga memberi makna positif ketika memahami hadis-hadis yang menyebutkan asal usul penciptaan perempuan ketimbang mereka harus mencurigai para periwayatnya atau bahkan menganulir hadis-hadis Nabi yang dinilai sahȋh oleh mayoritas ulama.If some Muslim feminists reject the tradition that argues that the Prophet Adam’s ribs as the origin of the first female event for it indirectly symbolizes the subordinate positions for women, some Sufis instead use the narratives in their explanations and positively interpret them. The Sufis judged the notion as a symbol of interdependence, love, and belonging between men and women. The writer in this paper concludes that in the view of the Sufis, women, since the beginning of their creation, have been destined to become a partner for men, so that between the two become complementary and interdependent. This view, of course, dismisses the notion of women’s subordination. The Sufi’s view in this case is in line with what contemporary Muslim feminists have argued. However, in contrast to the steps taken by some contemporary Muslim feminists, Sufis generally prefer to use the ta'wȋl to provide a positive meaning in understanding the traditions which mention the origin of women's creation rather than to suspect their narrators or even annul The Prophet hadiths considered valid (sahȋh) by the majority of scholars.