PENCATATAN PERKAWINAN DAN SYARAT SAH PERKAWINAN DALAM TATANAN KONSTITUSI

Abstract

Abstrak: Diwajibkannya pencatatan perkawinan oleh negara melalui peraturan perundang-undangan merupakan kewajiban administratif. Makna pentingnya kewajiban administratif berupa pencatatan perkawinan tersebut, menurut Mahkamah Konstitusi, dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dari perspektif negara, pencatatan dimaksud diwajibkan dalam rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia yang merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara dimaksudkan agar perkawinan, sebagai perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan, yang berimplikasi terjadinya akibat hukum yang sangat luas, di kemudian hari dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan dapat terselenggara secara efektif dan efisien. Pencatatan perkawinan tidak menjadi dasar untuk menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan. Penentuan keabsahan suatu perkawinan menjadi domain aturan yang digariskan masing-masing agama dan aliran kepercayaan yang dianut calon mempelai. Perkawinan sah jika dilakukan menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan agama, dan akan lebih memiliki kepastian hukum jika perkawinan tersebut dilakukan pencatatan menurut peraturan yang berlaku. Kata kunci: pencatatan perkawinan, syarat sah perkawinan.