CORAK PENAFSIRAN AL-QUR’AN (Periode Klasik – Modern)

Abstract

Otonomisasi teks al-Qur’an telah membatasi hubungan komunikasi pemaknaan antara pembuat teks dan penafsirnya. Keterbatasan ruang komunikasi langsung menyebabkan teks al-Qur’an ditafsirkan dalam konstruk dan cara pandangan yang berbeda-beda oleh para penafsirnya sehingga terkesan ada corak yang berbeda dalam setiap penfasiran teks al-Qur’an. Hal ini menjadikan penafsiran al-Qur’an pada masa klasik, pertengahan dan modern memiliki corak tersendiri. Penafsiran klasik terkesan mengedepankan kehati-hatian berdasarkan ma’tsu>r (periwayatan) dan menjadikan Nabi pada saat itu sebagai sumber utama pemaknaan al-Qur’an. Berbeda dengan era modern seakan lebih menonjolkan corak reformis-rasional, sains (tafsir ilmi), budaya, sosial, linguistik dan sastra. Namun secara umum corak penafsiran al-Qur’an dengan istilah tafsir bil al-ma'tsur (periwayatan), tafsir bi al-Ra’yi (rasio akal), tafsir tahlily (analisisi), tafsir muqa>ran (perbandingan), tafsir ijma>ly (makna global), dan tafsir maud}u>’i (tematik). Namun, dalam perkembangannya corak penafsiran al-Qur’an juga berkaitan dengan genre keilmuan seperti tafsir corak sufistik, corak lughowi (linguistik), corak ijtima>’iy (sosial), fiqh, filsafat, ilmiah (santifik), dan kalam (teologi).