Hikamuna I Edisi 1 Vol. 1. No.1. Tahun 2016 54 DEMOKRASI MULTIKULTUR: Pergulatan Ideologi Fundamental dan Moderat (Studi Dakwah Kata “Demokrasi” antara Hizbut Tahrir Indonesia dan Nahdlatul Ulama)

Abstract

Perbedaan pendapat terkait demokrasi dalam Islam adalah suatu keniscayaan yang harus disikapi dengan moderat dan bermartabat. Penafsiran fundamental merujuk pada makna shu>ra> secara denotative (tekstual) dan melihat kekurangan dari demokrasi itu sendiri. Pandangan moderat menerjemahkan kata shu>ra dalam arti luas, merangkai konotasi makna atas asas kemanfaatan dan kemaslahatan bangsa. Sebab itu, perbedaan pendapat dari dua kubu di atas harus disikapi dengan cara yang meng-Indonesia, menjaga keutuhan bangsa dan Negara. Khazanah Bhineka Tunggal Ika telah mengkonstruks warga Negara untuk memiliki rasa cinta terhadap tanah air, memiliki satu rasa, sepenanggungan atas nama saudara bangsa Indonesia. Terbukti, sikap ghuluwisme (berlebih-lebihan/ fanatisme) dan perasaan paling benar mampu diredam dan tidak sampai pada tataran konflik yang berkepanjangan. HTI seharusnya hadir tidak hanya menjelekan pemerintahan yang sah dan sistem demokrasi di Indonesia, akan tetapi hadir memberikan pemahaman tentang kesatuan dan persatuan atasnama tumpa darah Indonesia. Lebih-lebih, HTI bisa belajar dari Negara Madinah yang dipimpin oleh Rasullallah Saw yang mampu menerapkan nilai-nilai ajaran Islam dibalik perjanjian piagam Madinah. Tidak serta merta secara saklek menerapkan ajaran Islam dalam sebuah konstitusi Negara, bisa jadi jika dilakukan akan menimbulkan banyak konflik sosial dan berkepanjangan, mengingat idiologi adalah ajaran fundamental dan tidak bisa dilepaskan dari identitas individu.