MENYINGKAP TUHAN DALAM RUANG ‘LOCAL WISDOM’: Upaya Merumuskan Filsafat Ketuhanan Kontemporer

Abstract

Diskursus tentang Tuhan semestinya harus dilihat dalam sejarah peradaban manusia secara utuh, tidak parsial dan sepotong-potong, dan tidak juga hanya dalam perspektif Barat atau Timur saja. Sebuah peradaban yang mempersempit ruang gerak penalaran yang bersifat instrumental akan menalar Tuhan dengan cara yang sama. Implikasinya, terjadi nihilisme, absurditas, dan bahkan ateisme atas keberadaan Tuhan. Artikel ini membahas tentang konsep ketuhanan dalam ruang lokal wisdom dengan pendekatan filosofis. Dalam pemahaman ‘local wisdom’, menalar Tuhan bukan hanya sekedar menalar an sich dengan membiarkan rasio berjalan sendirian. Ia harus dibarengi dengan potensi-potensi lain seperti rasa, zauq, emosi dan seterusnya, sehingga dalam proses penalarannya berjalan dengan seimbang. Hal ini sebagaimana yang nampak dalam ajaran ketuhanan masyarakat Jawa yang bisa dikategorikan sebagai monoteistik kultural. Penalaran terhadap Tuhan hanya mungkin dan bisa dilakukan jika dalam proses penalaran tersebut manusia melibatkan segala potensi, ruang rasio, ruang zauq, ruang emosi, secara berkelindan dan terkait, serta menyadari lokalitas dan historisitas keberadaan manusia itu sendiri.