Sunrang Tanah Sebagai Mahar Untuk meningkatkan Identitas Diri Perempuan Dalam Perkawinan Bugis Makassar
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan perempuan yang menerima tanah sebagai mahar dalam perkawinan pada suku Bugis-Makassar, sejauh mana pemahaman perempuan tentang hak-hak atas tanah pemberian dalam perkawinan, tujuan pemberian mahar pada pihak perempuan menurut perspektif perempuan Bugis Makassar, mendeskrepsikan pemahaman perempuan mengenai pemberian tanah sebagai mahar dalam pernikahan adat Bugis-Makassar, serta mendeskrepsikan pemberian mahar sebagai identitas diri perempuan dalam perkawinan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian Kualitatif dengan menggunakan wawancara dan observasi, artinya ada interaksi dengan orang yang telah diteliti, bagaimana pemahaman budanya, nilai-nilai yang dianutnya, motif dan sebagainya. Proses wawancara dilakukan terhadap 4 orang subjek dengan menggunakan pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok pertanyaan yang ditujukan pada informan utama dan informan pendukung, pertanyaan bersifat berkembang, yaitu pertanyaan tidak hanya terkait dengan apa yang menjadi guide, akan tetapi juga mengikuti infoman sebagai cara mendapatkan data lebih luas. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pemahaman tanah sebagai mahar dan identitas diri pada perempuan dimulai ketika proses pelamaran dimulai, dan dilegalkan pada saat akad nikah karena tertulis dalam buku nikah, sunrang tanah yang diterimanya merupakan kesepakatan dari pihak laki-laki. Kepemilikan atas tanah pemberian sebagai mahar menjadi hak milik perempuan secara adat. Bahwa pemberian tanah sebagai mahar untuk melindungi perempuan setelah menikah, dalam artian tanah sebagai pelindung bagi posisi perempuan dalam keluarganya, dan juga secara psikologis pemberian tanah menjadi lambang harga diri (harkat dan martabat) untuk menghormati seorang perempuan baik sebelum pernikahan ataupun setelah pernikahan, dikarenakan pemberian sunrang tanah tersebut sebagai pelindung bagi pihak istri untuk mencari nafka ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Selain itu juga sebagai pengingat bagi laki-laki agar tidak secara mudah meninggalkan istri dan anak-anaknya tanpa tanggungjawab.