MEMBUMIKAN TEOLOGI ISLAM DALAM KEHIDUPAN MODERN (Berkaca dari Mohammed Arkoun)
Abstract
Abstract; Titik kelemahan pemikiran teologi Islam klasik akan tampak dalam ranah realitas jika alur pemikiran tersebut dihadapkan pada kenyataan atau realitas sosial empiric kehidupan manusia yang selalu tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mohammed Arkoun adalah intelektual Aljazair yang mencoba membaca ulang bangunan pemikiran Islam secara konfrehensif baik yang menyangkut pemikiran kalam (teologi), tasawuf, fiqih, etika maupun tafsir. Dalam konteks Indonesia, pemikiran Arkoun pertama kali dikenal pada tahun 1987 dalam sebuah diskusi di Yayasan Empati. Adalah Muhammad Nasir Tamara yang memperkenalkannya pertama kali dengan menulis artikel yang berjudul Mohammed Arkoun dan Islamologi Terapan. Dalam beberapa tulisannya tentang modernitas, Arkoun tidak secara tegas merumuskan batasan modernitas, apalagi tantangan yang dibawah olehnya. Menurut Arkoun, modernitas dapat dibagi dua kelompok, yaitu, modernitas “material“ dan modernitas “ intelektual “ atau “ kultural “. Yang pertama berarti berbagai kemajuan yang terjadi pada bingkai luar dari wujud manusia, sedangkan yang kedua mencakup metode, alat analisis, dan siakp intelektual yang memberi kemampuan untuk lebih memahami realitas. Salah satu kegelisahan Arkoun terhadap pemikiran teologi Islam adalah terjadinya pemisahan antara Islam konseptual dengan Islam actual atau pemisahan antara teori dan praktek yang menurutnya adalah warisan Descartes. Membumikan teologi Islam dalam konteks kehidupan modern memang memerlukan strategi dan metodologi yang akurat. Usaha Arkoun dalam konteks rekonstruksi bangunan pemikiran teologi Islam adalah salah satu strateginya. Kata Kunci: Membumikan, Hidup Point inertia classical Islamic theology thought would appear in the realm of reality if the thought process faced with the reality or the reality of empirical social human life is always growing and developing in line with the growth of science and technology. Mohammed Arkoun is Algerian intellectuals who tried to reread the building of Islamic thought in comprehensive both involving thought kalam (theology), Sufism, jurisprudence, ethics and interpretation. In the Indonesian context, Arkoun thought first recognized in 1987 in a discussion on Empathy Foundation. Muhammad Nasir Tamara, who introduced first by writing an article entitled Mohammed Arkoun and Applied Islamology. In some writings about modernity, Arkoun does not explicitly formulate the constraints of modernity, let alone challenge under him. According to Arkoun, modernity can be divided into two groups, namely, modernity "material" and modernity "intellectual" or "cultural". The former means that much progress has occurred in the outer frame of the human form, while the latter includes the methods, analysis tools, and intellectual siakp which gives the ability to better understand the reality. One anxiety Arkoun against Islamic theological thought is the separation between Islam and Islam actual or conceptual separation between theory and practice which he said is the legacy of Descartes. Grounding Islamic theology in the context of modern life does require accurate strategies and methodologies. Arkoun effort in the context of building reconstruction of Islamic theological thought is one of the strategies Keywords: Grounding, Life