TINGKAT TRAUMA DALAM KALANGAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING SERTA GURU AGAMA PADA SEKOLAH LANJUTAN ATAS DI KOTA BANDA ACEH PASCA GEMPA DAN TSUNAMI
Abstract
Gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember Tahun 2004 di Kota Banda Aceh, diduga banyak mayarakat, tidak terkecuali guru Bimbingan Konseling dan Agama di Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) akan mengalami trauma pasca peristiwa tersebut. Patel (2003) menyatakan trauma adalah suatu peristiwa yang menyebabkan ketakutan dalam kehidupan seseorang dan menimbulkan stress yang negatif. Ada beberapa jenis trauma, yaitu: (1) Trauma Personal (korban perkosaan, kematian orang tercinta, korban kejahatan, dll) Perang dan keganasan, (2) Trauma Mayor (bencana alam, kebakaran, dll), trauma ini umumnya menyebabkan trauma pada sejumlah besar orang pada masa yang sama seperti peristiwa tsunami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat trauma yang dialami guru bimbingan konseling dan guru agama di SLTA. Penelitian ini mengunakan intrumen Trauma Symptom Inventory (TSI) yang sudah di adaptasikan dalam bahasa Indonesia dan sudah di uji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat trauma guru bimbingan konseling dan agama rata-rata berada di tingkat rendah. Pernyataan ini didasari dari temuan hasil penelitian pada tingkat respon dua skala TSI yaitu skala validitas indikator ATR, RL dan INC berada pada tingkat rendah, begitu juga pada skala klinik yang terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi Dysphoric Mood, terdiri dari tiga indikator yaitu: AA, D dan AI; (2) Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dengan indikator IE, DA dan DIS; (3) Dysfunction Sexualden SC dan DSB, dan (4) Self Dysfunction dengan indikator ISR dan TRB juga rendah.