KONSEP WAKAF TUNAI

Abstract

Kata wakaf (jamaknya: awqaf) mengandung arti mencegah atau penahanan. Lebih jauh dapat dikatakan juga bahwa wakaf sebagai sesuatu yang substansi (wujud aktiva) dipertahankan, sementara hasil atau manfaatnya digunakan sesuai dengan keinginan dari orang yang menyerahkan (waqif) dengan proses legal sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan dalam UU No.41 Tahun 2004 Pasal 5 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Wakaf tunai merupakan dana yang dihimpun oleh pengelola wakaf (nadzir) melalui penerbitan sertifikat wakaf tunai yang dibeli oleh masyarakat. Wakaf tunai dapat juga diartikan mewakafkan harta berupa uang atau surat berharga yang dikelola oleh institusi (perbankkan atau lembaga keuangan syari’ah) yang keuntungannya akan disedekahkan, dengan syarat modalnya tidak bisa dikurangi untuk sedekahnya, sedangkan dana wakaf yang terkumpul selanjutnya dapat digulirkan dan diinvestasikan oleh nadzir ke dalam berbagai sektor usaha yang halal dan produktif, sehingga keuntungannya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa berkenaan dengan wakaf tunai yang menyatakan bahwa (1) wakaf uang (cash wakaf atau waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, (2) termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, (3) wakaf uang hukumnya boleh (jawaz),  (4) wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i, dan (5) nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.