Penguatan Kelembagaan MPR dalam Sistem Ketatanegaran Negara Republik Indonesia

Abstract

Perubahan UUD 1945 yang dilakukan dalam sidang-sidang MPR 1999-2000 telah merombak sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk menyangkut kedudukan dan fungsi lembaga-lembaga negara. MPR sebagai salah satu lembaga negara yang walau masih dipertahankan sampai saat ini, namun termasuk yang mengalami banyak perubahan. Di antara perubahan tersebut adalah terkait dengan kedudukannya yang tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tidak lagi berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden yang biasa dilakukan setiap 5 tahun sekali. MPR juga tidak lagi diberi kekuasaan untuk menetapkan GBHN, dan lain-lain. Tulisan ini mengkaji tentang upaya penguatan MPR tersebut sebagai lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan RI. Metode yang digunakan dalam menganalisis isu tesebut adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan konsep (conceptual aproach). Dari pengkajian disimpulkan bahwa upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat kelembagaan MPR dalam Sistem Ketatanegara Republik Indonesia antara lain adalah: (1) Merekonstruksi (meluruskan) pemahaman (persepsi) tentang kedudukan MPR dalam sistem ketatanegaraan RI; (2) MPR hendaknya berhak untuk meminta dan menilai kinerja lembaga-lembaga negara; (3) MPR juga hendaknya diberi kewenangan untuk menilai produk hukum yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang melaksanakan UUD apakah sesuai dengan kemauan UUD; (4) MPR hendaknya diberikan kewenangan untuk membuat GBHN.