Konflik Elit Dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota di Gorontalo Tahun 2013
Abstract
The aims of the study were to analyze the causes of elite conflict and the process of elite conflict in the election of Mayor and Deputy Mayor of Gorontalo 2013. The research method was a qualitative method with in-depth interview techniques and documentation. Data and interviews results were processed with qualitative analysis. The Results of research and discussion indicated that there was a conflict of elites in the elections of Mayor and Deputy Mayor of Gorontalo in 2013, which were caused by political elite feud accured prior to and during the election. The conflict before elections happened between Rusli Habibie, the Chairman of DPD Golkar Gorontalo nd Adhan Dambea. Adhan Dambea was fired from his membership of Golkar Party because he was considered of structurally rebellious against the party’s and decision. Elite conflict during the elections happened between party elite and elite candidate and elite organizers. The conflict caused all the elections phases did not run normally.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab terjadinya konflik elit dan proses terjadinya konflik elit dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Gorontalo Tahun 2013. Metode penelitian menggunakan wawancara mendalam dan dokumentasi. Data diolah dan dianalisis dengan analisis kualitatif.Hasil penelitian menunjukan bahwatelah terjadi konflik elit dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Gorontalo tahun 2013 yang disebabkan oleh adanya perseteruan elit politik yang terjadi sebelum Pilkada dan saat Pilkada. Konflik sebelum Pilkada terjadi antara Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Gorontalo Rusli Habibie dengan Adhan Dambea selaku Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Kota Gorontalo. Adhan Dambea dipecat dari keanggotaan Partai Golkar karena dianggap melakukan pembangkangan secara struktural atas keputusan partai. Sementarakonflik elit saat Pilkada berlangsungterjadi antara elit partai dengan elit calon, calon dengan calon, serta elit calon dengan penyelenggara. Konflik tersebut mengakibatkan seluruh tahapan Pilkada tidak berjalan secara normal sehingga Kota Gorontalo selama empat belas bulan tidak memiliki walikota dan wakil walikota defenitif.