SYAIR RATAPAN (RITSÂ) DAN CINTA (GHAZAL) DALAM BUDAYA PERANG BANGSA ARAB JAHILIYAH (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)

Abstract

Bagi bangsa Arab Jahiliyah, syair merupakan media multifungsi, selain digunakan untuk mengekspresikan hal-hal yang bersifat imajinasi dan emosi, juga digunakan untuk untuk menginformasikan berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan mereka, sehingga tidak salah bila kemudian syair dinamakan dengan dîwan al-Arab atau catatan sejarah bangsa Arab.Salah satu fenomena yang banyak tercatat dalam syair Jahiliyah adalah tradisi berperang atau lebih dikenal dengan istilah ayyâm al-‘arab. Syair memberi kontribusi yang sangat luar biasa dalam tradisi peperangan bangsa Arab jahiliyah. Perang atau damai sangat bergantung pada kekuatan sebuah syair. Oleh karena itu, perang dan syair ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkna dalam kehidupan bangsa Arab Jahiliyah. Melalui kajian sosiologi sastra dan analisis wacana, hubungan antara syair dan perang tersebut tampak sangat jelas dalam setiap tema syair (aghrâd alsyi’r) yang digubah oleh mereka. Air mata (al-dumû’) dan tangisan (al-bukâ) yang tersurat dalam bait-bait syair Jahiliyah menjadi simbol kepedihan dan kegelisahan orang-orang yang ditinggal mati dalam peperangan. Bahkan Ghazal yang identik dengan syair percintaan pun tidak terlepas dari konteks peperangan. Syair ghazal meskipun lebih bersifat individu, namun memberi effek yang sangat luar biasa dalam wacana peperang. Semangat berperang (hamâsah), tangguh dalam menghadapi musuh, hingga menjadi pengobat rasa sakit akibat luka perang, di antaranya adalah hubungan ghazal dengan perang. Dalam perang, cinta merubah pecundang menjadi pejuang.Demikian, sekilas tentang gambaran hubungan syair ritsa dan ghazal dengan dunia perang pada masa Jahiliyah. Wallahu ‘alam bi al-Shawab