Interaksi Penganut Majelis Tafsir Al-Quran di Kampung Tegalsari Semarang

Abstract

AbstrActThe research was based on rejection the widespread existence of the Majelis Tafsir AlQuran (MTA) in several districts in Central Java. Using a case study approach, this research was done in Tegalsari, Semarang. The findings of the research showed that the socio-religious interaction of MTA members with Tegalsari villagers created religious social conflict. This conflict came from different understanding of the sources of Islamic law (fiqh). MTA uses textual aproach to resolve the law by ignoring the sociological historical aspects. MTA rejects the use of local cultural jurisprudence in the codification of Islamic law, because they regard some activities such as tahlilan, death-related ceremonies, and slametan are bid’ah. The main root of the conflict is the MTA truth claim and its insentive and inappropriate method of preaching. MTA does not accept the truth  of others.Keywords: Tegalsari, MTA, conflict, truth claimAbstrAkPenelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya aksi penolakan masyarakat terhadap Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) di beberapa wilayah di Jawa Tengah. Dengan menggunakan pendekatan studi kasus, penelitian ini mengambil lokus di Kampung Tegalsari Semarang. Penelitian ini menemukan bahwa terjadi konflik keagamaan antara penganut MTA dan warga masyarakat Tegalsari. Salah satu sumber konflik tersebut adalah perbedaan pemahaman hukum Islam (fiqh). Dalam menetapkan hukum, MTA menggunakan pendekatan tekstual tanpa mempertimbangkan aspek sosio-historisnya. Oleh karena itu, dengan alasan bid’ah, MTA menolak budaya lokal, seperti tahlilan, peringatan hari kematian, dan selamatan. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa sumber utama konflik adalah adanya truth claim yang tidak diimbangi dengan cara dakwah yang baik. Dalam menyebarkan ajarannya, MTA tidak menerima kebenaran dari pemahaman kelompok lain.Kata kunci: Tegalsari, MTA, konflik, klaim kebenaran