Dakwah dalam Kondisi Konflik Perspektif Teori Sosiologi

Abstract

Dakwah merupakan panggilan setiap orang Islam karena telah diperintahkan oleh al-Qur’an. Al-Qur’an memandang bahwa ucapan yang terbaik adalah ucapan yang menyeru kepada Allah, beramal shaleh, mengatakan yang haq dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Kegitan tersebut tidaklah mudah untuk mencapai tujuan. Supaya dakwah mampu mencapai pada sasaran dan tujuan, seorang da’i perlu menguasai ilmu tentang kemasyarakatan atau sosiologi, sebab yang menjadi sasaran dakwah adalah masyarakat dalam kondisi konflik, karena itu diperlukan pendekatan teori sosiologi untuk menganalisis. Para ahli telah membangun dua teori dalam melihat fenomena masyarakat yaitu teori konflik dialektik dan fungsional konflik. Bagaimana langkah dakwah dalam kondisis konflik perspektif  teori sosiologi?   Lewis A. Coser dan Ralp Dahrendorf  yang mencetuskan teori konflik fungsional dan konflik dialektik mengatakan bahwa masyarakat itu berwajah dua, disatu sisi ada keteraturan dalam masyarakat melalui berjalannya masing- masing fungsi dalam suatu masyarakat, tetapi di sisi lain juga terdapat konflik dalam suatu masyarakat, karena itu dakwah dalam teori konflik fungsional dan konflik dialektik merupakan dua teori yang sama-sama menekankan pada objek bahwa dalam suatu masyarakat terdapat konflik. Peranan teori-teori tersebut dalam aktifitas dakwah bagi umat Islam adalah sebagai pijakan yang mampu mempengaruhi materi dalam menyampaikan pesan dalam berdakwah dan sekaligus merupakan  obyek  kajian  dalam  berdakwah.  Materi  dakwah  di daerah dalam kondisi konflik lebih menekankan pengaktifan fungsi- fungsi sosial sehingga konflik bisa selesai, sedangkan masyarakat yang sedang konflik perlu pemahaman-pemahaman tentang kebersamaan, ketentraman dan perdamaian, sehingga obyek kajian yang selalu disampaikan lebih menekankan hal itu.