TAFSIR ATAS POLIGAMI DALAM AL-QUR’AN
Abstract
Poligami tak pernah usai diperbincangkan. Ia bisa dilihat dari berbagai perspektif, mulai dari perspektif sosial-budaya hingga dari perspektif teologi- tafsir. Artikel ini fokus pada bagaimana ulama, dari dulu hingga sekarang, memperbincangkan soal poligami. Bagaimana tafsir mereka terhadap QS. Al- Nisâ’ [4]: 3 yang secara tekstual menyebut soal poligami. Menarik, setelah ditelusuri, ternyata tak ada pandangan tunggal tentang kebolehan poligami dalam konteks sekarang. Ada yang pro tanpa syarat, bahkan boleh bagi seorang suami untuk berpoligami hingga dengan sembilan istri secara sekaligus seperti dilakukan Nabi Muhammad Saw. Ada yang setuju poligami dengan persyaratan yang ketat. Dikatakan, tak setiap orang boleh berpoligami. Hanya dalam kondisi daruratlah poligami bisa ditoleransi. Artinya, dalam suasana normal, poligami tak bisa dilakukan. Pertanyaannya, siapa yang punya otoritas menentukan kondisi darurat itu? Di sinilah titik masalahnya. Karena kondisi darurat itu bisa bias dan subyektif, maka muncul kelompok berikutnya yang kontra poligami. Bagi kelompok terakhir ini jelas, zaman Nabi memang zaman poligami, tapi zaman sekarang seharusnya adalah zaman monogami. Menurut kelompok ini, yang dituju dari pembatasan poligami oleh Al-Qur’an adalah monogami.Copyright (c) 2015 by KARSA. All right reservedDOI: 10.19105/karsa.v23i1.613