MODEL PENDIDIKAN PEREDAM PEMIKIRAN DAN GERAKAN RADIKAL BELAJAR DARI KUDUS

Abstract

Educational institutions that produce educated generation is a place of reliance on the growth of generations berakhlakul karimah, friendly, courteous, and obey the rules of the country and religion. However, in reality, there is an educated generation but a terrorist actor. This happens because his life is in the environment (non-educational institutions) are coloring his mindset. Thus, the social environment contributes to the creation of a radical or polite generation. The consequence that must be done by formal and non formal education institutions is to change the learning patterns that text book into education that comes to the field with the content of the values of internal tolerance and inter-religious people. It is also necessary to realize the education of Bela Negara which is being worked by the Ministry of Defense RI era Jokowi-JK President. Tolerant education and state defenses are part of the effort to counter radical reasoning so that educators need to produce learning tips that do not dwell on class and text, it is also necessary to create an education that puts forward the real facts of social as a matter of study. The occurrence of radical reasoning because life is like a frog in a shell so that something different is identified with error. The need for intergovernmental and social elements to raise awareness that true education is the implementation of education in the home environment, community environment, and in educational institutions as a whole, not only in formal educational institutions only. Consequently, the need for learning innovation together in realizing an educated generation with smart and moral potential. Educational tips need to promote tolerant education in order to become a fanatic generation in dealing with differences in ethnicity, religion, and social strata in their environment. This effort is reinforced by the fact that terrorist networks have become an epidemic of acute illness in this country. In fact, the majority of educated perpetrators of terror, both formal education and non-formal religious education (Islamic).Lembaga pendidikan yang menghasilkan generasi terdidik merupakan tempat diandalkan masyarakat tumbuhnya generasi berakhlakul karimah, ramah, santun, dan menaati peraturan negara dan agama. Akan tetapi, dalam realitanya, terdapat generasi yang terdidik tapi menjadi pelaku teroris. Hal ini terjadi karena kehidupannya berada di lingkungan (non-lembaga pendidikan) sangat mewarnai pola pikirnya. Dengan demikian, lingkungan sosial ikut besar andilnya dalam mencetak generasi yang radikal atau santun. Konsekuensi yang harus dilakukan oleh lembaga pendidikan formal dan nonformal adalah mengubah pola pembelajaran yang teks book menjadi pendidikan yang turun ke lapangan dengan muatan nilai-nilai toleransi intern dan antar-umat beragama. Perlu pula mewujudkan pendidikan Bela Negara yang sedang digarap oleh Kementerian Pertahanan RI era Presiden Jokowi-JK. Pendidikan toleran dan bela negara merupakan bagian dari upaya menangkal nalar radikal sehingga pendidik perlu melahirkan kiat pembelajaran yang tidak berkutat pada kelas dan teks, perlu pula menggagas pendidikan yang mengedepankan fakta riil sosial sebagai bahan telaah. Terjadinya nalar radikal karena hidup laksana katak dalam tempurung sehingga sesuatu yang berbeda diidentikkan dengan kesalahan. Perlunya antar-elemen sosial dan pemerintah menggugah kesadaran bahwa pendidikan sejati adalah pelaksanaan pendidikan di lingkungan rumah, lingkungan masyarakat, dan di lembaga pendidikan sebagai satu kesatuan, tidak hanya di lembaga pendidikan formal saja. Konsekuensinya, perlunya inovasi pembelajaran secara bersama dalam mewujudkan generasi yang terdidik dengan potensi cerdas dan berakhlak. Kiat pendidikan perlu mengedepankan pendidikan toleran agar menjadi generasi yang tidak fanatis dalam menghadapi perbedaan suku, agama, dan strata sosial di lingkungannya. Upaya ini diperkuat dengan fakta bahwa jaringan teroris telah menjadi wabah penyakit akut di negeri ini. Bahkan, pelaku teror mayoritas generasi yang terdidik, baik pendidikan formal maupun pendidikan keagamaan nonformal (keislaman).