Minority groups in Ottoman Turkey before 1856: different arrangements of the Jews and the Christians under Millet system

Abstract

One of the exceptionalities of the Middle East is the existence of sectarianidentities along with late modern institutions, such as nation state. Whilemodern states in the region struggle for coexistence, imperial authorities, especiallyOttoman, was relatively successful to endure its rule over differentidentities as minority across region. It is recorded that the Ottomans’ longhistory as imperium is supported by their ability to develop and implementsystem to incorporate different identities under their rule known as milletsystem. Historical exploration as used in this paper suggests that the conceptwas adopted from Islamic teologic tradition in respond to the reality of mixturesociety in newly conquered territories which resembles the character ofthe Ottomanism itself since Suleyman. The mundane aspect of the milletsystem can be seen from the way of the Ottomans’ rulers handling the majorminority groups such as Greeks and Jews based on their personal or social andeconomic capabilities. One of the obvious beneficial relations with the groups is the ability to do trading and fill positions in foreign services that lead particulargroup to enjoy better position in bureaucracy and society. The differences,in fact, have influenced the arrangement and treatment of the Ottomanrulers towards them over time which were also heavily affected by politicalchanging in the case of the Greeks for example. Therefore, the arrangements ofthe minority groups are based on mutual benefit that suits both objectiveswhich was able to last for centuries. However, it is also found that the Greeksand Jews’ ability to survive is heavily based the character of Ottoman bureaucracywhich is patrimonial. In that case, patronage relation is important andacknowledgement on merit and achievement is rarely found.Salah satu aspek yang membuat kawasan Timur Tengah berbeda adalahkeberadaan identitas-identitas yang bersifat sektarian bersamaan dengandibangunnya lembaga-lembaga modern, seperti negara bangsa. Sementara konsepnegara terkini di kawasan itu berjuang untuk mempertahankan kehidupanssecara bersama, penguasa-penguasa kerajaan seperti Ottoman, dapat dikatakanberhasil mempertahankan kekuasaannya atas kelompok-kelompok masyarakatkecil dengan identitas yang berbeda di berbagai wilayah. Tercatat bahwa sejarahpanjang Ottoman sebagai sebuah kerajaan didukung oleh kemampuan merekauntuk membangun dan menerapkan sebuah cara yang dikenal dengan milletuntuk menerima dan menyerap identitas yang berbeda di bawah kekuasaanmereka. Penelusuran sejarah seperti yang dilakukan di dalam tulisan inimenyarankan bahwa istlah millet itu diambil dari tradisi teologi Islam sebagaitanggapan terhadap realitas kemajemukan masyarakat di daerah-daerah yangbaru ditaklukkan dan ini pada dasarnya menggambarkan ciri khas dari carapandang Ottoman sejak Suleyman. Unsur keduniaan dari sistem tersebut dapatdilihat dari cara penguasa-penguasa Ottoman menangani kelompok-kelompokminoritas yang utama seperti Yunani dan Yahudi yand didasarkan ataskemampuan perorangan ataupun kelebihan ekonomi dan sosialnya. Salah satucontoh nyata hubungan yang saling menguntungkan dengan mereka adalahkemampuan untuk berdagang dan mengisi jabatan-jabatan di kantor hubunganluar negeri yang membuat sebagian dari mereka menikmati posisi yang lebihbaik di pemerintahan maupun masyarakat. Perbedaan-perbedaan itu, padakenyatannya, telah mempengaruhi pula penanganan dan perlakuan penguasapenguasaOttoman terhadap mereka dalam jangka waktu yang lama yang juga dipengaruhi oleh perubahan politik seperti yang terjadi pada kelompok Yunani.Karenanya, penanganan yang berbeda terhadap kelompok-kelompok minoritasitu pada dasarnya saling menguntungkan dan hal itu sesuai dengan kebutuhankedua belah pihak dan mampu bertahan dalam kurun waktu berabad-abad.Selain itu, tulisan ini juga mengungkap bahwa kemampuan kelompok Yunanidan Yahudi untuk mempertahankan posisi mereka di hadapan penguasabergantung kepada karakter birokrasi Ottoman sendiri yang bersifat patrimonial.Dalam kasus ini, hubungan yang bersifat patronase menjadi penting danpengakuan terhadap prestasi dan pencapaian kerja dapat dikatakan jarangditemukan.